Saya mengompori mereka, jika suatu ketika bisa saja "kita" akan menjadi tim di kelas menulis, videografi dan fotografi. Memberi ruang bagi anak-anak baru untuk berpikir, mengeksplori minat mereka supaya nantinya bisa memutuskan sejak awal akan masuk ke kelas eskul apa yang mereka minati sesuai passion.Saya berharap ada siswa baru yang akan meneruskan kakak kelas mereka di kelas literasi. Kelas yang selalu memberi inspirasi dan semangat saya untuk terus menulis.
Sebagai wali kelas saya juga tegaskan bagaimana "Aturan main", bahwa aturan harus dijalankan dengan disiplin. Bahwa saya juga akan menjadi "orang tua" pengganti orang tua mereka selama proses belajar. Jadi segala sesuatu yang berkaitan dengan kelas bisa didiskusikan dan dikompromikan.Â
Saya juga tekankan bahwa saya juga bisa menjadi "teman" mereka, jadi bukan tidak mungkin sesama "teman" bisa saling curhat, jika ada masalah dan bersedia mereka diskusikan, tak perlu dipendam sendirian, siapa tahu bisa menjadi solusi.
Saya teringat ketika di tahun lalu, salah seorang siswa di kelas, selalu saja membikin ulah, sering uringan-uringan. Jadi sewaktu kelas berakhir saya minta ia membantu membawakan tumpukan buku pekerjaan rumah yang harus saya bawa ke ruang wali kelas. Jarak dari kelas ke ruang itu cukup lumayan, sehingga kami punya waktu untuk mengobrol.
Dari situ saya tahu jika ia baru saja mengalami masalah dengan teman dekatnya, ia juga sedang punya masalah di rumahnya, dengan pendekatan sebagai layaknya seorang teman, semuanya tak terduga ternyata bisa diatasi.
Di hari lain ketika saya masuk, ia sudah tampak sedikit berubah, menjadi lebih fokus, menjadi lebih hormat dan patuh dengan para guru, karena saya juga mengecek apakah ada perubahan atas salah satu siswa yang menurut saya bermasalah tersebut.Â
Dan setiap kali berinteraksi di kelas, saya selalu menjadikannya sebagai "orang penting" yang menjadi prioritas, seperti memberi kesempatan untuk bertanya atau menjawab, dan memberi pujian untuk menyemangatinya untuk apapun perilaku baik meskipun sederhana.
Itu sebagai bentuk pendekatan untuk menjalin hubungan baik dan mengatasi masalah tanpa masalah. Selain memberikan pengajaran, juga meluangkan waktu untuk berinteraksi secara individu dengan setiap siswa. Dengarkan mereka, ajukan pertanyaan, dan tunjukkan minat terhadap kehidupan dan kepentingan mereka di luar kelas.Â
Ini ternyata menjadi hal yang sangat luar biasa bagi seorang guru, karena bisa memahami siswa-siswanya dan bisa membantunya membangun hubungan yang kuat antara guru dan siswa, termasuk juga dampak hubungan baiknya dengan orang tuanya di rumah.
Ketika empat minggu sebelumnya saya melakukan kunjungan rutin siswa bermasalah ke rumahnya , saya mendapati informasi bahwa putrinya mengatakan hal baik tentang saya, dan itu juga menjadi penekanan motivasi dari orang tuanya agar anaknya bisa berprestasi baik untuk tak mempermalukan saya sebagai wali kelasnya yang sudah berusaha untuk baik. Sesuatu yang sangat menyentuh hati dan memotivasi kita sebagai guru untuk selalu berbuat baik dan akan selalu berusaha ada untuk "anak-anaknya" di kelas dan di sekolah.
Dan untuk hal-hal teknis, dalam pertemuan awal kami mendiskusikan, untuk mengatur jadwal yang variatif, sejak hari pertama dan minggu-minggu awal, dalam metode pembelajaran dan kegiatan kelas. Memadukan banyak metode agar tak membosankan, sebagai bentuk pendekatan, antara ceramah singkat, diskusi, demonstrasi, dan tugas kelompok, untuk membantu menghindari kebosanan dan menjaga minat siswa tetap tinggi.
Sejatinya memang berdasarkan pengalaman sebagai guru, hal-hal itulah yang harus selalu kami lakukan sebagai "rutinitas" untuk memahami kelas, suasana kelas, karakter setiap siswa dan bagaimana mengatasi persoalan yang timbul, apalagi di kelas baru dan pada minggu pertama proses pembalajaran.Â
Sebagai wali kelas tanggungjawab kita juga tidak sederhana, kita akan bertindak tegas jika mereka benar, namun juga akan bertindak proporsional dengan konsekuensi dan sanksi, Â jika mereka melakukan kesalahan.