"Inklusif, atau inclusion dalam bahasa Inggris, adalah sikap mengajak masuk atau mengikutsertakan. Inklusif juga bisa memiliki arti memahami sesuai sudut pandang orang atau kelompok lain dengan latar belakang yang berbeda-beda. Lingkungan inklusif pada intinya, lingkungan sosial yang terbuka, ramah, meniadakan hambatan dan menyenangkan karena setiap orang tanpa terkecuali saling menghargai dan menghilangkan setiap perbedaan.
Tak seperti hari biasanya, pagi itu saya bersiap dari rumah untuk masuk di kelas X, kelas baru dengan anak-anak baru , karena saya akan menjadi wali kelas disana. Ini juga menjadi pertemuan pertama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), sebenarnya ada ekspektasi yang tersimpan diam-diam, seperti apa bayangan anak-anaknya, apakah mereka antusias atau justru kalem dan pendiam. Apakah mereka punya bakat hebat?.
Meskipun sebenarnya itu bukan masalah besar, dan menjadi tantangan setiap guru bisa mengatasinya. Hanya butuh adaptasi sebentar.
Tapi saya terkejut juga ketika memasuki kelas untuk pertama kalinya di minggu ke ketiga Juli ini, dan mendapat sambutan luar biasa dari para siswa baru di kelas, mereka begitu antusias bersorak gembira. Dipenuhi rasa penasaran saya tanya, ada apa?, dan jawaban serempak dari mereka membuat saya jadi bersemangat dan terharu, karena mereka ternyata mendapat bocoran entah dari siapa jika saya memang dianggap guru yang baik. Syukurlah batin saya.
Saya sampaikan kepada mereka semua, bahwa siapapun yang menjadi wali kelas adalah sosok guru yang baik dan harus dihormati, tak boleh pilih-pilih guru. Mungkin mereka hanya butuh waktu untuk beradaptasi karena ini menjadi pengalaman pertama belajar mereka, seperti juga dengan saya di kelas baru dengan siswa baru.
Setelah hampir sebulan liburan sekolah, memang terasa sekali rindu bisa bertemu kembali dengan anak-anak di kelas, berdiskusi, memainkan game pembelajaran sesuai materi, meskipun saya mengajar ekonomi akuntansi dan kewirausahaan, pelajaran yang dianggap sebagian siswa katanya membosankan.
Saya memulai pembelajaran di hari pertama dengan menyerap sebanyak mungkin informasi apapun tentang mereka, latar belakang, motivasi, minat, sekalian juga sambil memonitoring sikap dan perilaku agar punya gambaran solusinya dan cara memotivasinya. Memberikan kesempatan siswa untuk berbagi langsung minat, bakat, atau keahlian khusus mereka. Untuk memberikan mereka rasa dihargai dan membantu kita mendapatkan wawasan apa saja minat individu mereka.
Saya juga berbagi informasi tentang sekolah dan kegiatan yang ada di sekolah. Termasuk kondisi sekolah yang sedang dalam proses renovasi, agar tak menghalangi semangat mereka untuk belajar.
Menyerap energi kelas dan siswa di hari pertama sekolah tentu saja untuk membangun lingkungan positif, bersemangat, dan terbuka untuk siswa baru, untuk membangun suasana yang menyenangkan, memicu minat serta motivasi siswa dalam pembelajaran. Ini poin penting yang ingin saya gali juga.
Menyambut mereka dengan hangat agar siswa merasa diterima dan nyaman di lingkungan kelas, dan perkenalannya juga lebih interaktif meminta siswa memperkenalkan diri, berpartisipasi dalam permainan saling kenal melalui kegiatan kolaboratif.Â
Tentu saja dengan memberikan pesan tentang harapan dan tujuan pembelajaran secara jelas kepada mereka, apa yang akan mereka pelajari, tujuan yang ingin dicapai, dan bagaimana mereka dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan baru mereka
Umumnya saat siswa-siswa memasuki kelas pertama SMA, mereka sering mengalami berbagai perubahan dan tantangan psikologis. Sebagian mereka umumnya mengalami kecemasan sosial, gugup bagaimana mereka akan berinteraksi dengan teman sekelas baru. Mereka mungkin khawatir akan diterima atau ditolak oleh kelompok sosial barunya.
Begitu juga perasaan tidak aman, karena baru berpindah dari lingkungan sekolah mereka di SMP ke SMA dan harus beradaptasi dengan lingkungan baru, guru baru, dan tuntutan akademik dengan beban yang lebih tinggi, dan tentu saja ekspektasi orang tua dan sekolah atas kemampuan mereka. Apakah mereka sanggup mengalami dan menjalani proses itu.
Belum lagi soal identitas diri, karena tengah dalam pencarian pada tingkatan lebih tinggi dari proses pendewasaan mereka. Di SMA, mereka mungkin akan merasakan tekanan yang berbeda termasuk menentukan minat, hobi, dan rencana masa depan mereka. Proses ini bisa menimbulkan kebingungan dan stres.
Pergeseran hubungan diantara siswa dan teman-teman sebayanya mungkin juga mengalami pergeseran, termasuk perubahan dalam jaringan sosial mereka. Belum lagi hal-hal sepele soal penampilan, bagaimana reaksi teman atas mereka, sesuatu yang sangat logis terjadi di usia mereka. Apalagi jika sudah menyangkut urusan perubahan fisik dan hormonal yang signifikan.Â
Perubahan ini bisa mempengaruhi rasa percaya diri, harga diri, dan persepsi diri mereka sendiri. Apalagi jika lebih jauh munculnya "rasa baru" sebagai awal pribadi yang dewasa dalam menjalin "pertemanan".
Dan sebagai wali kelas, dengan pengalaman beragam individu yang unik, menjadi tantangan tersendiri. Beberapa siswa mungkin menghadapi tantangan ini dengan baik, sementara yang lain mungkin mengalami kesulitan lebih besar. Dukungan dari keluarga, teman, dan staf sekolah bisa membantu siswa mengatasi tantangan psikologis ini dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di SMA.
Sebuah Kelas Baru
Semestinya dalam proses pembelajaran di hari pertama pertemuan dengan siswa baru, banyak hal yang lebih menarik bisa dilakukan daripada langsung memulainya dengan proses pembelajaran. Tentu kita menyadari bahwa mereka sebenarnya belum sepenuhnya "siap" untuk belajar di hari pertama. Alasannya tentu saja soal adaptasi.
Alih-alih belajar serius, saya biasanya justru berdiskusi santai dengan mereka agar mereka mendapat kesan baik dari hubungan yang baru dibangun. Membayangkan langsung masuk ke prosese belajar normal, rasanya juga kurang menarik. Apalagi masih hari peertama sekolah.
Saya lakukan beberapa kali icebreaker ketika proses perkenalan, jadi saya mulai dengan aktivitas yang melibatkan semua siswa untuk saling mengenal. Bahkan ketika sesi itu berlangsung, ada beberapa siswa yang refleks saling berkenalan tanpa dikomando. Dengan menggunakan permainan sederhana, pertanyaan ringan, atau aktivitas kelompok untuk membangun suasana yang santai dan akrab.
Kadakala saya selingi perkenalan tentang sekolah, aturan sekolah, tata tertib kelas, atau mata pelajaran yang akan diajarkan, dengan memakai presentasi visual, video pendek, tapi biasanya saya lakukan ketika memperkenalkan kegiatan eskul pilihan. ini menjadi bentuk aktivitas interaktif, karena saya berharap siswa lebih banyak terlibat, membangun antusias, dan meleburkan kegugupan dan kecemasan.
Bahkan di saat pertemuan pertama saya mulai dengan mengenali dan menggali minat dan bakat siswa, dengan pancingan diskusi ringan, termasuk mengenalkan kelas eskul menulis yang menjadi salah satu kegiatan dibawah tanggungjawab saya meskipun saya guru akuntansi.Â
Saya mengompori mereka, jika suatu ketika bisa saja "kita" akan menjadi tim di kelas menulis, videografi dan fotografi. Memberi ruang bagi anak-anak baru untuk berpikir, mengeksplori minat mereka supaya nantinya bisa memutuskan sejak awal akan masuk ke kelas eskul apa yang mereka minati sesuai passion.Saya berharap ada siswa baru yang akan meneruskan kakak kelas mereka di kelas literasi. Kelas yang selalu memberi inspirasi dan semangat saya untuk terus menulis.
Sebagai wali kelas saya juga tegaskan bagaimana "Aturan main", bahwa aturan harus dijalankan dengan disiplin. Bahwa saya juga akan menjadi "orang tua" pengganti orang tua mereka selama proses belajar. Jadi segala sesuatu yang berkaitan dengan kelas bisa didiskusikan dan dikompromikan.Â
Saya juga tekankan bahwa saya juga bisa menjadi "teman" mereka, jadi bukan tidak mungkin sesama "teman" bisa saling curhat, jika ada masalah dan bersedia mereka diskusikan, tak perlu dipendam sendirian, siapa tahu bisa menjadi solusi.
Saya teringat ketika di tahun lalu, salah seorang siswa di kelas, selalu saja membikin ulah, sering uringan-uringan. Jadi sewaktu kelas berakhir saya minta ia membantu membawakan tumpukan buku pekerjaan rumah yang harus saya bawa ke ruang wali kelas. Jarak dari kelas ke ruang itu cukup lumayan, sehingga kami punya waktu untuk mengobrol.
Dari situ saya tahu jika ia baru saja mengalami masalah dengan teman dekatnya, ia juga sedang punya masalah di rumahnya, dengan pendekatan sebagai layaknya seorang teman, semuanya tak terduga ternyata bisa diatasi.
Di hari lain ketika saya masuk, ia sudah tampak sedikit berubah, menjadi lebih fokus, menjadi lebih hormat dan patuh dengan para guru, karena saya juga mengecek apakah ada perubahan atas salah satu siswa yang menurut saya bermasalah tersebut.Â
Dan setiap kali berinteraksi di kelas, saya selalu menjadikannya sebagai "orang penting" yang menjadi prioritas, seperti memberi kesempatan untuk bertanya atau menjawab, dan memberi pujian untuk menyemangatinya untuk apapun perilaku baik meskipun sederhana.
Itu sebagai bentuk pendekatan untuk menjalin hubungan baik dan mengatasi masalah tanpa masalah. Selain memberikan pengajaran, juga meluangkan waktu untuk berinteraksi secara individu dengan setiap siswa. Dengarkan mereka, ajukan pertanyaan, dan tunjukkan minat terhadap kehidupan dan kepentingan mereka di luar kelas.Â
Ini ternyata menjadi hal yang sangat luar biasa bagi seorang guru, karena bisa memahami siswa-siswanya dan bisa membantunya membangun hubungan yang kuat antara guru dan siswa, termasuk juga dampak hubungan baiknya dengan orang tuanya di rumah.
Ketika empat minggu sebelumnya saya melakukan kunjungan rutin siswa bermasalah ke rumahnya , saya mendapati informasi bahwa putrinya mengatakan hal baik tentang saya, dan itu juga menjadi penekanan motivasi dari orang tuanya agar anaknya bisa berprestasi baik untuk tak mempermalukan saya sebagai wali kelasnya yang sudah berusaha untuk baik. Sesuatu yang sangat menyentuh hati dan memotivasi kita sebagai guru untuk selalu berbuat baik dan akan selalu berusaha ada untuk "anak-anaknya" di kelas dan di sekolah.
Dan untuk hal-hal teknis, dalam pertemuan awal kami mendiskusikan, untuk mengatur jadwal yang variatif, sejak hari pertama dan minggu-minggu awal, dalam metode pembelajaran dan kegiatan kelas. Memadukan banyak metode agar tak membosankan, sebagai bentuk pendekatan, antara ceramah singkat, diskusi, demonstrasi, dan tugas kelompok, untuk membantu menghindari kebosanan dan menjaga minat siswa tetap tinggi.
Sejatinya memang berdasarkan pengalaman sebagai guru, hal-hal itulah yang harus selalu kami lakukan sebagai "rutinitas" untuk memahami kelas, suasana kelas, karakter setiap siswa dan bagaimana mengatasi persoalan yang timbul, apalagi di kelas baru dan pada minggu pertama proses pembalajaran.Â
Sebagai wali kelas tanggungjawab kita juga tidak sederhana, kita akan bertindak tegas jika mereka benar, namun juga akan bertindak proporsional dengan konsekuensi dan sanksi, Â jika mereka melakukan kesalahan.
Ini akan mengajarkan mereka tentang tanggungjawab sebagai siswa dan sebagai pribadi, membantunya membangun pengelolaan emosinya, dan itu harus dimulai dari sekolah sejak awal mereka beradaptasi di kelas hari pertama. Semoga kami tetap bisa menjadi guru dan juga teman baik hingga nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H