Umumnya saat siswa-siswa memasuki kelas pertama SMA, mereka sering mengalami berbagai perubahan dan tantangan psikologis. Sebagian mereka umumnya mengalami kecemasan sosial, gugup bagaimana mereka akan berinteraksi dengan teman sekelas baru. Mereka mungkin khawatir akan diterima atau ditolak oleh kelompok sosial barunya.
Begitu juga perasaan tidak aman, karena baru berpindah dari lingkungan sekolah mereka di SMP ke SMA dan harus beradaptasi dengan lingkungan baru, guru baru, dan tuntutan akademik dengan beban yang lebih tinggi, dan tentu saja ekspektasi orang tua dan sekolah atas kemampuan mereka. Apakah mereka sanggup mengalami dan menjalani proses itu.
Belum lagi soal identitas diri, karena tengah dalam pencarian pada tingkatan lebih tinggi dari proses pendewasaan mereka. Di SMA, mereka mungkin akan merasakan tekanan yang berbeda termasuk menentukan minat, hobi, dan rencana masa depan mereka. Proses ini bisa menimbulkan kebingungan dan stres.
Pergeseran hubungan diantara siswa dan teman-teman sebayanya mungkin juga mengalami pergeseran, termasuk perubahan dalam jaringan sosial mereka. Belum lagi hal-hal sepele soal penampilan, bagaimana reaksi teman atas mereka, sesuatu yang sangat logis terjadi di usia mereka. Apalagi jika sudah menyangkut urusan perubahan fisik dan hormonal yang signifikan.Â
Perubahan ini bisa mempengaruhi rasa percaya diri, harga diri, dan persepsi diri mereka sendiri. Apalagi jika lebih jauh munculnya "rasa baru" sebagai awal pribadi yang dewasa dalam menjalin "pertemanan".
Dan sebagai wali kelas, dengan pengalaman beragam individu yang unik, menjadi tantangan tersendiri. Beberapa siswa mungkin menghadapi tantangan ini dengan baik, sementara yang lain mungkin mengalami kesulitan lebih besar. Dukungan dari keluarga, teman, dan staf sekolah bisa membantu siswa mengatasi tantangan psikologis ini dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di SMA.
Sebuah Kelas Baru
Semestinya dalam proses pembelajaran di hari pertama pertemuan dengan siswa baru, banyak hal yang lebih menarik bisa dilakukan daripada langsung memulainya dengan proses pembelajaran. Tentu kita menyadari bahwa mereka sebenarnya belum sepenuhnya "siap" untuk belajar di hari pertama. Alasannya tentu saja soal adaptasi.
Alih-alih belajar serius, saya biasanya justru berdiskusi santai dengan mereka agar mereka mendapat kesan baik dari hubungan yang baru dibangun. Membayangkan langsung masuk ke prosese belajar normal, rasanya juga kurang menarik. Apalagi masih hari peertama sekolah.
Saya lakukan beberapa kali icebreaker ketika proses perkenalan, jadi saya mulai dengan aktivitas yang melibatkan semua siswa untuk saling mengenal. Bahkan ketika sesi itu berlangsung, ada beberapa siswa yang refleks saling berkenalan tanpa dikomando. Dengan menggunakan permainan sederhana, pertanyaan ringan, atau aktivitas kelompok untuk membangun suasana yang santai dan akrab.
Kadakala saya selingi perkenalan tentang sekolah, aturan sekolah, tata tertib kelas, atau mata pelajaran yang akan diajarkan, dengan memakai presentasi visual, video pendek, tapi biasanya saya lakukan ketika memperkenalkan kegiatan eskul pilihan. ini menjadi bentuk aktivitas interaktif, karena saya berharap siswa lebih banyak terlibat, membangun antusias, dan meleburkan kegugupan dan kecemasan.
Bahkan di saat pertemuan pertama saya mulai dengan mengenali dan menggali minat dan bakat siswa, dengan pancingan diskusi ringan, termasuk mengenalkan kelas eskul menulis yang menjadi salah satu kegiatan dibawah tanggungjawab saya meskipun saya guru akuntansi.Â