Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Sekolah sebagai Agen Perubahan, Kebiasaan Baik Tak Membakar Sampah

29 Juni 2023   00:53 Diperbarui: 29 Juni 2023   16:41 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
buang sampah dari mobil-merdeka .com

Barangkali kita pernah melihat asap cerobong pabrik pembangkit nuklir di beberapa negara di Eropa, Eropa Timur, China, asapnya begitu besar membumbung ke udara.

Kebiasaan membakar sampah juga pertanda kurangnya sistem pengelolaan sampah yang efektif. Biasanya ini terjadi jika tidak ada fasilitas pemrosesan sampah yang baik, atau ketika kita tak punya kesadaran atau tak punya akses untuk solusi pengelolaan sampah yang lebih baik.

Belum lama ini, seorang tetangga yang tak sengaja membakar sampah dan kemudian apinya merembet ke bagian lain rumah menyebabkan kendaraannya terbakar. Membakar sampah memang punya risiko menjadi penyebab kebakaran yang serius.

Dengan begitu banyak masalah, penting bagi kita untuk mengganti praktik pembakaran sampah dengan solusi pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan, seperti pengurangan sampah, daur ulang, pengomposan, dan bukan tidak mungkin pemanfaatan sampah untuk energi terbarukan. Meskipun ini bukan solusi baru, namun kesadaran kita untuk melakukan hal tersbut masih rendah.

Sekolah Sebagai Agen Perubahan

Di sekolah saya, ada ruangan khusus untuk memilah sampah. Kesadaran yang telah dibangun dari sekolah berupa kebijakan yang ketat, menyebabkan para siswa, meski pada awalnya terpaksa, pada akhirnya harus mematuhi aturan. Tentu saja, jika tak mau mendapat sanksi.

Mengapa harus dari sekolah? Coba perhatikan anak-anak kita dari setingkat Sekolah Dasar, hingga sekolah menengah, lebih "takut" dengan aturan sekolah daripada aturan di rumah yang seringkali masih punya toleransi kalau soal hukuman.

Karena problem sampah terutama kebiasaan membakar sampah, menjadi tanggungjawab komunal, bukan hanya personal, maka membutuhkan perhatian serius dari semua pihak, termasuk sekolah. Penting bagi sekolah untuk mengambil tindakan konkret untuk mencegah praktik pembakaran sampah.

Mengenalkan Kesadaran Lingkungan

Tentu saja memahami konsep kesadaran lingkungan menjadi hal yang penting pada mulanya. Bahwa kita hidup dalam sebuah lingkungan, ekosistem yang saling memiliki ketergantungan. Bahkan sebuah pohon memiliki arti penting. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh pemerintah Singapura, penghijauan pada satu hektar lahan ternyata dampaknya luar biasa.

Menurut seorang peneliti lingkungan, Joga, "Sebagai perbandingan, satu hektar RTH mampu menetralisasi 736.000 liter limbah cair hasil buangan 16.355 penduduk; menghasilkan 0,6 ton oksigen guna dikonsumsi 1.500 penduduk per hari; menyimpan 900 m3 air tanah per tahun; mentransfer air 4.000 liter per hari atau setara dengan pengurangan suhu lima sampai delapan derajat Celcius, setara dengan kemampuan lima unit alat pendingin udara berkapasitas 2.500 Kcal/20 jam; meredam kebisingan 25-80 persen; dan mengurangi kekuatan angin sebanyak 75-80 persen." (Jga-2004). Bukankah hal itu laur biasa?.

Pendidikan Lingkungan Untuk Semua

Salah satu kebijakan yang bisa dilakukan oleh sekolah adalah memperkuat pendidikan lingkungan. Menjadikan tanggungjawab menjaga lingkungan menjadi tugas semua orang. Bahkan materi tentang ini bisa kita tambahkan dalam pembelajaran tentang pengelolaan sampah, dampak negatif pembakaran sampah, serta pentingnya mempertahankan lingkungan yang bersih dan sehat. Bentuknya bisa masuk dalam kurikulum atau melalui kegiatan eskul yang fokusnya  pada pelestarian lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun