Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menulis Kok Repot, Tulis Saja Apa yang Sedang Dipikir

8 Juni 2023   13:10 Diperbarui: 11 Juli 2023   10:14 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kelas menulis-dokumentasi pribadi rini wulandari SMAN5 Banda Aceh

siswa SMAN 5 peraih medali emas nasional-dok SMAN 5
siswa SMAN 5 peraih medali emas nasional-dok SMAN 5
Dulu sewaktu saya berdiri di depan kelas anak baru di kelas IX, saya tak menemukan seorangpun yang menunjuk tangan ketika ditawarkan kelas menulis. Saya pikir anak-anak memang tak suka menulis, atau mereka masih tak paham untuk apa harus ikut kelas menulis.

Beberapa anak kemudian menemuiku dan bertanya, sesulit apa kelas menulis itu?. Apakah mereka boleh menulis apa saja?. Apa saja yang kalian mau, kata saya  singkat ketika itu.

Maka dimulailah petualangan kelas bakat minat itu dari kelas menulis, lalu fotografi, hingga videografi. Ketika sebuah tulisan secara sembunyi saya kirim ke media, ternyata media begitu antusias menyambutnya. Dan di hari sabtu pagi ketika essay itu muncul di ruang akhir pekan, saya sodorkan kepadanya bukti koran itu dan ia terperanjat.

Kejutan luar biasa buatnya, begitu juga buat saya sebagai gurunya.

Ternyata memang kita butuh stimulan untuk memancing bakat-bakat itu keluar dari tempat persembunyianya. Anak-anak membutuhkan pemancing, orang yang menariknya dari persembunyian dan membantunya membuktikan eksistensi bakat itu lahir dan keluar ke permukaan.

Setiap anak ternyata adalah penulis ulung, meskipun hanya bercerita sebuah curhatan. Mereka memiliki kemampuan yang berbeda dari setiap pribadinya.

Ada sebuah tulisan sederhana, tapi kritis yang saya temukan pada suatu hari kala kelas menulis itu dimulai. Siswa kelas XI itu menulis tentang Awkarin dan lagu hitnya yang kontroversi.

Saya penasaran dan bertanya, "Mengapa ia tertarik menulis tentang itu?"

Katanya polos, berkali-kali saya dengar narasi lagu itu, meskipun terasa keras dan vulgar, tapi menuru saya itu sebuah cara anak muda melampiaskan kritiknya kepada para orang tua. Hanya saja bahasa lagu yang digunakannya terasa sangat tidak bermain di area etis etika. Tapi peduli apa, katanya. Selama pesan itu bisa tersampaikan dengan cara yang lain, menurutnya hal itu sah-sah saja.

Maka lagu hits Awkarin yang berisi protes quality time orang tua-anak, membuyarkan perhatian orang bahwa anak-anak ternyata kritis atas apa yang dialami dan dirasakan dalam hubungan orang tua-anak yang tak lagi harmoni.

Ketika tulisan itu kemudian dikirimkan ke sebuah media daerah ternyata direspon luar biasa. Tulisan itu langsung dimuat dan mendapat notifikasi di email, jika tulian berikutnya di tunggu pihak redaksi. Ketiak awalnya tahu tulisannya dimuat di media ia sangat terkejut dan tak menyangka.

Di kelas menulis, ia salah satu yang punya ciri khas dalam menulis, tapi murid lainnya juga tak kalah daya tariknya kalau soal menulis. 

Intinya setiap anak punya kelebihan yang berbeda. Dan melalui kelas menulis mereka bisa mengetahui apa kelebihan mereka sesungguhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun