Anak pertama dan kedua sudah bisa menyiapkan diri sendiri. Tapi anak ketiga dengan  rambut  panjang, tetapi tidak bisa menguncir sendiri.
Anak keempat dan kelima yang keduanya laki-laki. Masih harus dimandikan. Disiapkan baju, kaos kaki dan sepatu.
Anak ketiga dan keempat semuanya masih harus dibantu menata tas.
Anak ke lima, bukan sekedar dibantu. Tetapi semua isi tas harus ditata oleh bu Sastro.
Anak pertama dan kedua yang sudah pintar menyiapkan diri sendiri. Tetapi tetapi ... eh kalau bu Sastro melakukan cek tas, isinya banyak surat cinta. Bu Sastro jadi sibuk memberikan nasihat.
Anak ke 6 selalu bersamanya, sepanjang waktu sepanjang hari.
Bila matahari sudah sembunyi malam hari. Dingin mencekam. Pak dan bu Sastro saling mencari kehangatan, saling memeluk menghadapi kesepian 1960.
Pihak PG penuh pengertian terhadap warganya. Dengan menyediakan bus sekolah, pagi hari bagi anak-anak. Juga bus belanja, tengah hari bagi ibu-ibu. Dan bus rekreasi pada malam hari bagi keluarga, tapi cukup seminggu 2x.Â
Bagi yang beragama Kristen masih ada bus untuk ke gereja. Bagi yang beragama Islam, ada mesjid di sekitar perumahan PG.Â
Keluarga pak dan bu Sastro menikmati kebersamaan dengan keluarga. Dan teman-teman sepekerjaan. Terus dan terus demi hilangnya rasa sepi.Â
Satu per satu anak-anaknya menikah. Dan lambat laun pak Sastro pun harus pensiun. Meninggalkan perumahan yang jauh dari kota.Â