Namun tiada anak kos, juga berarti berkurangnya pemasukan uang. Sehingga membuat kami juga berhenti menggunakan tenaga pembantu.Â
Jadilah kami hanya berdua, sebagai suami-istri yang bagaikan tanpa akhir selalu membicarakan hari tua. Selama masih berdua, masih ada tenaga membereskan rumah dan memasak, tentunya aku juga ingin agar tidak tercerabut dari rumah.Â
Mengapa aku ingin tinggal di panti jompo?
Menjawab pertanyaan suami saat berbincang-bincang sambil sarapan pagi. Pertanyaan serupa topil Kompasiana, "Di mana aku ingin menghabiskan hari tua?"
Saat ini, Alhamdulillah kami tinggal berdua. Kalau Allah menetapkan aku harus hidup sendiri, dengan pilihan yang aku tidak tahu benar atau salah. Aku menjawab memilih tinggal di panti jompo.
Untuk tinggal di panti jompo yang memadai, artinya keadaan panti bersih, tentunya memerlukan uang yang tidak sedikit. Selain uang kondisi kesehatan juga masih memadai, artinya jangan "ambruk-bruk".
Aku merasa mempunyai sedikit pengetahuan tentang panti jompo. Ada saudara sepupu mbak Dewa dan mbak Tien yang tinggal di panti jompo Aussie Kusuma Lestari, Depok, Jawa Barat.
Ceritanya mereka sangat senang tinggal di sana, dan tentunya dengan biaya yang aduhai.Â
Mbak Dewa dan mbak Tien, dua bersaudara wanita karir yang tidak menikah. Mereka hidup bersama ibunya. Setelah ibunya meninggal, beberapa lama mbak Dewa dan mbak Tien hidup berdua di rumah yang tadinya ditinggali bersama ibunya.Â
Aku, suami dan anak-anak yang saat itu masih kecil, kadang-kadang main ke rumah mereka. Kami sempatkan menengok sambil memesan kue buatan mbak Dewa. Sejak pensiun mbak Dewa menerima pesanan kue.Â
Entah apa yang ada dalam hati mereka, Â suatu hari memutuskan tinggal di panti jompo.
Lain dengan mbak Dewa dan mbak Tien, tentang bibi aku. Bibi Marian seorang wanita karir yang juga tidak pernah menikah, dan hari tuanya juga sendiri.Â