Jeng Uci selain tidak pernah dijodohkan, juga tidak berbakat menjodohkan. Jangankan liku-liku perjodohan  kepada manusia yang memiliki jiwa dan akal, kepada anggrek yang hanya memiliki raga dia tidak pernah berhasil melakukan perjodohan.
"Sudah sering ibu  berusaha memasukkan tepung sari yang diambil dari tangkainya," kata ibu, "Dan ibu masukkan ke dalam rongga putik, tetapi hasilnya selalu gagal."
"Tapi tadi aku lihat, banyak bakal biji bergantungan dipohon anggrek bu," kata Tika.
"Sepertinya hasil perjodohan oleh kupu-kupu yang banyak beterbangan di sekitar bunga," kata ibu.
Perjodohan memang sangat indah, walaupun bisa menyeihlkan, lucu menyenangkan dan mungkin juga merupakan  anugerah Sang Maha Pencipta alam raya.
"Biarkan alam raya yang menentukan jodoh Reni," kata ibunya, "Biarkan matahari dan seluruh isi alam raya memancarka anugerah kesehatan untuk jiwa dan raga yang suatu hari menemukan belahannya dan bersatu secara abadi."
Tika takjub terhadap pendapat ibunya tentang liku-liku perjodohan. Dia bersyukur, bersama adiknya mereka  telah melalui perjodohan tanpa harus ada kesedihan. Tinggal keabadian seperti yang dimiliki ibunya, jeng Uci, yang sekarang menjadi harapannya.Â
Hari-hari berikutnya di desa yang permai Jeng Uci, berdua dengan suami yang merupakan belahan jiwa dan raga yang Insyaa Allah abadi. Mereka menikmati indahnya kupu-kupu yang beterbangan di antara ilalang yang belum sempat dipangkas.Â
Bumi Matkita,
Bandung, 21/05/2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H