"Memang susah," kata ibunya, "Sepertinya belum bisa ya, perempuan yang menembak laki-laki terlebih dahulu."
"Bisa saja sih bu," kata Tika, "Tapi kebanyakan ya tidak ada hasil, malahan dipermalukan."
Lamunan jeng Uci melayang jauh, saat bibinya berniat menjodohkan adik laki-lakinya yang baru lulus sarjana dengan anak tetangganya. Begitu tega bibi mengejar ayahnya dengan berbagai cara, sedangkan bibi tidak pernah ingin menjodohkan dirinya sebagai kakak belum punya jodoh.Â
Tapi untungnya perjodohan tidak terjadi. Hehehe. Ayahnya yang tidak pernah terimbas liku-liku perjodohan, sebagai pihak yang memiliki anak laki-laki.Â
Walaupun akhirnya adiknya juga menikah, atas usaha perjodohan oleh teman sekantor. Dan adiknya melangkahi jeng Uci, maksudnya menikah duluan.Â
"Dulu aja waktu adik ibu menikah duluan, ibu harus menjalani upacara langkahan," kata ibunya.
"Untuk apa bu?" tanya Tika ingin tahu.
"Supaya ibu tidak menjadi perempuan yang tidak laku menikah."
Jeng Uci harus mengelilingi tumpeng dan aneka lauk pauk yang tertata di sebuah ruangan. Katanya maknanya supaya senantiasa selamat dalam perjalanan hidup sebagai kakak perempuan yang dilangkahi oleh adiknya.Â
"Kalau kakak laki-laki yang dilangkahi, tidak perlu ada upacara langkahan," kata ibu sambil mengingat masa yang menyedihkan, "Tanda perjodohan tidak adil terhadap perempuan."
Angka-angka yang Menyenangkan.Â
Ayah, adik dan keluarga lain memang tidak pernah merasakan bahwa upacara langkahan menjadi peristiwa yang menyedihkan. Tetapi bagi jeng Uci, Â sangatlah mengganggu. Dia selalu berusaha agar anak-anaknya tidak terlambat mendapat jodoh. Dan jangan sampai ada upacara langkahan, karena adik menikah terlebih dahulu.