Pilih sekolah makin hari makin sulit. Pilih sekolah untuk anak-anak, tidak bisa bercermin pada saat orang tua pilih sekolah untuk kita. Zaman telah berubah. Perubahan zaman merupakan pertanda bagus, bayangkan kalau tidak!
Saat itu orangtua tinggal di sebuah kota kecil Kediri, sedangkan saat aku harus pilih sekolah untuk anak-anak sudah tinggal di kota metropolitan Jakarta. Sekolah yang memenuhi kriteria cara orang tua pilih sekolah di Kediri adalah sekolah swasta milik Yayasan Katholik, sekolah di Jakarta yang manakah yang harus aku pilih?
Kebersihan.
Gedung yang asri dengan mentari bersinar dan angin yang berbisik, itulah contoh yang aku dapatkan dari orang tua pilih sekolah saat anak-anaknya masih kecil. Maksudnya saat di sekolah taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD).
Jarak tempuh dari rumah menuju sekolah juga menjadi sebuah batasan untuk menentukan pilih sekolah yang mana. Terpaksa mencari sekolah swasta yang berdekatan dengan komplek tempat tinggal.Â
Mengapa harus sekolah swata?
Harus diakui zaman itu, zaman harus mendaftarkan anak-anak di TK atau SD, sekolah negeri bangunan kurang terawat. Sebetulnya bangunan sekolah tidak harus mewah, tetapi kebersihan harus diutamakan untuk TK dan SD. Anak-anak yang masih kecil, masih kurang cerdas untuk berhati-hati menggunakan WC yang kotor.
Biaya.
Pilih sekolah TK dan SD, tidaklah sama dengan pilih sekolah kampus. Aku teringat saat menghadiri pertemuan penerimaan putri sulung di kampus Fakultas Kedokteran Unpad, Bandung. Untuk uang SPP dengan nominal Rp 10 juta, dekan FK Unpad harus mengadakan pertemuan dengan semua orang tua mahasiswa yang diterima agar bisa menerima besaran biaya dengan baik.Â
Padahal di kota metropolitan Jakarta saat itu, uang awal masuk TK atau SD Â sudah Rp 10 juta juga. Tentunya untuk TK dan SD swasta yang memenuhi kriteria cara orang tua memilih sekolah untuk anak-anak.
Harus pilih sekolah dengan biaya terjangkau dan kriteria harus sesuai cara orang tua memilih. Jatuhlah pilihan pada sebuah TK dan SD yang baru didirikan di sebuah komplek perumahan yang berdekatan dengan tempat aku tinggal. Putri pertama di SD, putri kedua di TK.
Untung saat anak-anak harus daftar TK dan SD, uang SPP tidak terlalu besar dan namanya masih uang pangkal. Sekolah yang aku pilih merupakan sekolah yang dibangun oleh program CSR dari PT Pembangunan Jaya di komplek Bintaro Jaya. Nama sekolahnya TK Kicau dan SD Pembangunan Jaya (SDPJ).
Peraturan Sekolah.
Selain bangunan asri dan biaya terjangkau, aku pilih sekolah dengan peraturan yang baik. Masalah mata pelajaran, asal guru tidak terlalu amburadul bisa disiasati dengan penggunaan buku teks yang lengkap dan bagus. Tapi peraturan sekolah, yang harus diikuti anak-anak setiap hari bertahun-tahun haruslah membentuk karakter baik bagi anak-anak.
Senangnya aku pada sekolah SDPJ adalah dalam hal penataan buku, baru pertama kali aku lihat. Guru mengajarkan anak-anak mengikat buku-buku dengan karet, untuk per mata pelajaran. Misalnya untuk mata pelajaran matematika, ada buku pekerjaan sekolah Matematika, buku pekerjaan rumah Matenatika, lembar kerja siswa (LKS) Matematika, Buku teks Matematika. Rata-rata anak-anak setiap harinya membawa 3 ikatan buku-buku  dalam tas.
Selain kebersihan, keamanan di sekolah sangat penting. Setiap pagi sebagai orang tua selalu mengingatkan anak-anak untuk selalu hati-hati di sekolah, baik hati-hati menjaga diri dan barang-barangnya.Â
Benar-benar aku merasa kagum terhadap keamanan di sekolah, setiap menjemput anak-anak pada hari Sabtu. Aku melihat tas dan segala perbekalan semua anak yang tergeletak di hall tempat anak-anak menunggu jemputan, tetapi anak-anaknya sedang bermain bersama teman sebelum jemputan datang.Â
Begitu melihat jemputan datang, anak-anak mengambil tas dan bekal masing-masing. Hebatnya selama 6 tahun sekolah di SDPJ, hanya sekali kehilangan dasi.
Sungguh peraturan sekolah untuk anak-anak, guru, satpam dan penjemput perlu diberi rating sangat memuaskan.
Keberagaman.
Aku menyukai sekolah yang peraturan yang baik dan keberagaman yang tinggi. Saat mendaftar aku sebenarnya tidak terlalu ngeh, bahwa SDPJ yang aku pilih mengajarkan agama Islam, Katholik, Protestan dan Hindu. Pengadaan pelajaran agama disesuaikan dengan agama semua siswa-siswi yang terdaftar, maksudnya kalau ada yang beragama Islam disediakan guru agama Islam. Begitu juga dengan agama yang lain.Â
Aku sangat bersyukur, secara tak terlalu memperhatikan aku sudah pilih sekolah yang sangat toleransi pada zaman itu. Tetapi secara keberagaman masih kurang, rata-rata siswa-siswi dari kelompok sosial menengah ke atas.Â
Setelah lulus SDPJ dan aku pilih sekolah Negeri untuk janjang SMP, barulah aku merasakan keberagaman yang sangat tinggi di sebuah sekolah. Siswa-siswi datang dari tingkat sosial yang bervariasi, menuntut ilmu yang sama. Yang aku rasakan sangat membantu anak-anak untuk beradaptasi, adalah saat SDPJ sudah pilih sekolah dengan peraturan yang baik.
Zonasi.
Pada tahun 2018, saat aku sudah tidak disibukkan pilih sekolah untuk anak-anak. Para keluarga dan handai tolan mengeluhkan adanya sistem zonasi pada penerimaan siswa-siswi baru di sekolah. Sistem yang diatur dalam Permendikbud  No. 14 tahun 2018, dibuat untuk menghindari favoritisme sekolah. Siswa-siswi diharapkan daftar di sekolah yang satu rayon dengan alamat KTP.Â
Sebenarnya saat anak-anak lulus SD tahun 1998, juga sudah ada sistem seperti itu entah apa namanya. Aku pemegang KTP Tangerang Selatan, dan SDPJ juga terletak di sekolah Tangerang Selatan.Â
Rumahku di Rempoa, Tangerang Selatan yang berbatasan dengan DKI Jakarta. Tentu saja aku juga sangat tertarik untuk pilih sekolah di DKI Jakarta. Lulusan SDPJ tidak disarankan mendaftarkan SMP Negeri di DKI Jakarta, akan sulit katanya.Â
Putri pertama aku coba daftar di SMP Negeri di Jakarta Selatan dan diterima, Alhamdulillah. Saat putri kedua mengalami keadaan yang sama, aku ingin tahu apa syaratnya agar lulusan SDPJ bisa daftar ke SMP Negeri DKI Jakarta.Â
Setelah putri kedua keterima, aku bertanya kepada wakil kepala sekolah SMP. Ternyata agar siswa-siswi SDPJ bisa diterima di SMP Negeri DKI Jakarta, nilai NEM harus masuk urutan 5 besar  dari urutan nilai NEM semua siswa-siswi yang keterima di SMP tersebut. Syukur anakku berada di urutan ke-3.
Jangan membuat hidup disusahkan dalam pilih sekolah. Belajar baik-baik agar sekolah yang pilih kita.Â
Aku bukan pendidik, hanya seorang ibu yang ingin pendidikan di Indonesia benar-benar hanya bertujuan mencerdaskan anak-anak Indonesia. Hentikan adanya kasta-kasta terhadap sekolah. Jangan pernah umumkan mana sekolah unggulan, mana yang bukan.Â
Biarkan semua memilih sekolah atas dasar  kebersihan, biaya, peraturan sekolah, keberagaman dan zonasi. Cukup ajar dan beri contoh yang baik kepada anak-anak didik, untuk menghilangkan kebodohan dari bumi Indonesia.
Bumi Matkita,
Bandung, 11/01/2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H