Mohon tunggu...
Rini DST
Rini DST Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga - Seorang ibu, bahkan nini, yang masih ingin menulis.

Pernah menulis di halaman Muda, harian Kompas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pagar Kenangan

15 Maret 2020   19:52 Diperbarui: 15 Maret 2020   19:50 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nyi Imay masih sering melewati pagar itu. Pagar sebuah rumah yang kini lebih sering digembok. Itulah pagar rumah nyonya Siu. Seorang nyonya yang keturunan Tionghoa. Yang kini menjadi mualaf. Tukang sayur, tukang tahu dan tukang roti langganan memanggilnya dengan sebutan bu hajjah. 

Tapi entah mengapa, suaminya selalu menolak dipanggil pak haji. Jadilah,  tukang sayur, tukang tahu dan  tukang roti  memanggilnya  dengan sebutan oom. 

Nyi Imay adalah pembantu pulang hari di rumah nyonya Siu. Semua-semua, tetangga-tetangga dan tukang-tukang langganan heran. Apa pekerjaan pembantu nyonya Siu itu. 

Dari pagi, hampir setiap pagi nyonya Siu sibuk mencuci baju dan membuang BAB kucing. Sedangkan suaminya membuka gembok pagar dan menyapu halaman. 

Nanti setelah matahari bersinar benderang, jam setengah sembilan barulah nyi Imay datang. Turun dari boncengan seorang driver ojol, nyi Imay tidak langsung membuka pagar. 

Entah apa yang asyik dibicarakan sambil sesekali terdengar senda guraunya. Bayar ongkos ojol , pikir nyonya Siu tanpa mau berprasangka buruk. Barulah mendorong pagar yang dipasang bebunyian klinting-klinting.

Malu-malu nyi Imay memasuki halaman rumah nyonya Siu. Kian hari wajah nyi Imay kian sering tersipu. Apalagi saat mendorong pagar putih yang bagaikan reot, tapi masih cukup kokoh. 

Selalu senyum nyi Imay diarahkan ke seorang driver ojol yang baru menurunkan dari boncengan motornya. Dan bila nyonya Siu sedang ada di teras, nyi Imay masuk dengan kepala menunduk dan melirikkan mata sedikit-sedikit. 

Lama dan lama ...

Ada rasa enggan pada nyonya Siu memunculkan diri di teras. Malu? Atau jengkel? Ah nyonya Siu tak pernah menyiratkan secara nyata. Walau dalam hati sangat berharap suatu hari akan ada tersurat, agar dia dapat menikmati terasnya di pagi hari. 

Suara nyi Imay terdengar sampai ke dalam rumah. Nyonya Siu bisa mendengar. Itulah tanda nyi Imay sudah datang. Dan selang sepuluh sampai lima belas menit terdengarlah suara klinting-klinting dan  suara dorongan grek grek greekk. Suara pagar reot yang masih cukup kokoh.

Mang Ipul sering memperbaiki rumah nyonya Siu yang lain. Rumah yang dikontrak pasangan muda dengan dua anak lelakinya. Seorang anak lelaki praremaja dan anak leleki balita. 

Mang Ipul sebagai tukang kepercayaan nyonya Siu yang memperbaiki rumahnya pada saat perpanjangan kontrak. Perbaikan demi perbaikan. Tahun demi tahun selalu dilakukan. 

Tapi makin lama mang Ipul serasa lebih bela terhadap pengotraknya. Selalu ada pekerjaan-pekerjaan permintaan pengontrak yang dilakukan oleh mang Ipul. Pekerjaan yang diperintahkan oleh nyonya Siu dinomor duakan. Masa kerja menjadi lama. Padahal uang harian dibayar oleh nyonya Siu. Sarapan dan makan siang disediakan oleh nyonya Siu juga. 

Mulai mengembanglah kejengkelan di hati nyonya Siu. Jengkel amat sangat yang membuat mengarah ke segala penjuru.  Kejengkelan yang membuatnya juga ingin memberhentikan nyi Imay sebagai pembantu rumah tangganya. Karena nyi Imay adalah istri mang Ipul. 

Lebih lama dan lebih lama ...

Nyonya Siu berperang dengan hatinya sendiri. Ingin hati memberhentikan nyi Imay. Tapi ada rasa takut. Bisakah dia menyelesaikan semua urusan rumah tangganya sendiri? Ah ... tentunya tidak sendiri. 

Nyonya Siu akan mencari pembantu rumah tangga yang lain. Mulai dia memencet tombol-tombol telepon rumah yang sudah lama tan digunakan. Ditelponnya sebuah yayasan penyalur tenaga kerja. 

Baru cari-cari info. Biaya admin katanya satu setengah juta. Gaji pembantu antara satu koma tujuh juta hingga tiga juta. Ah ... sanggup pikir nyonya Siu. Karena gaji nyi Imay juga lebih dari satu setengah juta. Tapi oh tetapi ... rasa tidak tega itu terus menghantui nyonya Siu. Bingung demi bingung. Jengkel demi jengkel. Hari demi hari itu saja yang ada dalam pikiran nyonya Siu. 

Tiba-tiba jeleger ...

Harapan tersurat ...

Mang Ipul datang ke rumah nyonya Siu. Permisi akan pulang ke kampung keluarganya. Karena nyi Imay telah meninggalkannya. Nyi Imay lebih ingin hidup bersama orang lain. Siapa? Mang Ipul tidak ingin berbagi cerita. 

Nyonya Siu bisa mengerti. Dan tak ingin menggali cerita lebih banyak. Tapi nyonya Siu merasa mendapat jalan untuk memberhentikan nyi Imay. Jeleger yang membuat nyonya Siu lega. 

Jeleger yang membuat nyi Imay sekarang tidak menjadi pembantu rumah tangganya lagi. Walau sampai saat ini  masih tetap menjadi pembantu rumah tangga di komplek yang sama dengan nyonya Siu. Masih sering melewati pagar rumah nyonya Siu. Pagar putih yang tampak reot tetapi masih cukup kokoh. 

Nyi Imay tetap menjadi pembantu rumah tangga bu RT. Walau masih sekomplek dengan nyonya Siu, tapi beda RT. Masih diantar oleh seorang driver ojol. Apakah seorang yang dulu? Ah ... tak usah jadi kenangan. Bukankan sudah tidak pernah mendengar dorongan pagar yang kini lebih sering digembok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun