Surti masih asyik dengan ponselnya. Hampir setiap hari kamu membawa pulang hamper. Dan sebanyak itu pula Surti mengunggahnya di media sosialnya. Mungkin Surti sedikit ingin pamer, dia mendapat hamper yang menarik seperti orang lain. Dalam setiap caption dia selalu mengucapkan terima kasih pada pemberinya dan menandai akun kamu. Ah, norak memang. Kampungan, katamu. Namun begitu, kamu membiarkan Surti melakukannya.
H-1 lebaran, kamu kembali membawa hamper merah muda. Begitu menerima bingkisan itu, Surti membelalakkan kedua matanya.
"Parsel lagi, Mas? Pingki? Wah, so sweet ...."
"Udah dibilang namanya hamper, ngeyel."
Surti sepertinya tidak ambil pusing protes kamu. Agaknya, dia belum familier dengan kata baru itu. Dan entah mengapa orang kota--terutama kaum berduit--menggunakan istilah baru itu. Kali ini kamu berpikiran sama dengan Surti.
"Ini dari siapa, Mas? Pasti cewek, 'kan? Cake-nya warna pink, kukernya juga pink. Bahkan salad buahnya jadi pink. Aku pernah lihat ini pakai buah naga di sausnya." Tangannya menggapai ponsel, lalu merekam proses unboxing.
Kamu mendadak kaku di tempatmu berdiri. Kamu menggeram pendek, menyesali kealpaanmu membuang nama pengirim di hamper kali ini.
Surti tampak memutar-mutar wadah hamper seperti mencari sesuatu di bagian belakang. Secarik kertas kecil terlipat dibukanya perlahan.
Pengirim:
Penuh cinta, Clarisa.
Airmolek, 14 Mei 2021