Mohon tunggu...
susi respati setyorini
susi respati setyorini Mohon Tunggu... Guru - penulis

Pengajar yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cokelat dan Arloji

24 Juli 2020   07:06 Diperbarui: 24 Juli 2020   06:54 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sudah, ayuk. Nanti telat magribannya."

Kami bertiga berjalan beriringan menuju masjid di kampung itu yang jaraknya sekitar 500 meter saja. Di halaman masjid sudah banyak jemaah yang akan menghadiri ceramah malam ini dalam menyambut 1 Muharam. Menurut Bibi, ini adalah kegiatan tahunan. Setiap tahun baru Islam di masjid ini dilakukan dengan perayaan seperti pengajian malam ini. Kali ini mendengarkan ceramah dari seorang dai kondang.

Acara baru dimulai selepas Isya nanti, tetapi sejak salat Magrib, warga sudah memenuhi masjid. Selain salat Magrib berjamaah, mereka juga melakukakan zikir bersama atau tadarus hingga acara dimulai.

Azan Isya berkumandang. Para jemaah kembali memadati saf-saf dalam masjid. Berdiri rapi dan mulai mengangkat kedua tangan sambil berucap allahuakbar melaksanakan empat rakaat.

Usai salat Isya, tak berapa lama, naiklah seorang pria---sepertinya yang tadi nyaris kutabrak---membacakan ayat Al-Qu'an. Suaranya indah dan menenangkan. Aku hanya menunduk, mencoba meresapi bacaannya.

Tidak terlalu banyak sambutan malam itu, sehingga penceraamah segera naik panggung. Tubuhnya yang kurus, berbanding terbalik dengan suaranya yang lantang. Bacaannya juga sangat indah. Tak jarang Ustaz Jeremi melontarkan lelucon ringan di antara ceramahnya. Tema yang ia bawakan "Hijrahku, Hijrahmu, Hijrah kita". Mendengar judul ceramahnya, bibirku tertarik ke atas. Aku tersenyum. Aku kembali fokus mendengarkan.

Dai muda itu memulai ceramahnya dengan membedakan empat macam hijrah. Hijrah fisik, psikis, spriritual, dan hijrah kematian. Ustaz muda itu mulai menerangkan masing-masing jenis hijrah. Penjelasannya sangat gamblang. Membuatku mulai memahami makna hijrah.

Menurutnya, berhijrah tidaklah mudah untuk dipraktikkan. Seseorang yang sedang berusaha berhijrah menuju kebaikan, tidak akan menempuh perjalanan yang mulus. Banyak ujian yang akan dilaluinya saat memutuskan berhijrah. Tak terkecuali nabi dan rasul yang juga menghadapi ujian saat mereka berhijrah. Dalam berhijrah, membutuhkan kesabaran, melakukan amal kebaikan, dan istikamah. Ketiganya akan mampu membentengi seseorang yang bersungguh-sungguh berubah ke arah yang lebih baik.

Aku menyimak dan memintalnya menjadi kesimpulan yang aku alirkan ke seluruh sendi dalam tubuhku. Aku ingin seluruh bagian tubuh menyerapnya sehingga mudah mengirim pesan ke otak untuk melangkah menembus keraguan berhijrah.

Aku masih menekuri apa yang pernah terjadi di belakangku selama ini. Bagaimana aku pernah demikian marah karena Allah tak cinta padaku setelah kegagalan demi kegagalan menghantuiku hampir di semua segi kehidupanku. Setelah aku mabuk popularitas kala itu, dalam sekejap saja Allah mengambil kebahagiaan milikiku kapan saja Dia mau.

Kini, aku sedang mengumpulkan kembali seluruh kekuatanku yang masih tersisa untuk bangkit. Sepertinya aku harus hijrah. Apa karena pertemuanku dengan Handi, membuatku tiba-tiba ingin hijrah? Entahlah. Aku hanya merasakan sebuah tamparan kuat ketika menyadari Handi juga bisa berhijrah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun