"Aww ...."
Aku mengaduh. Kesal. Bukan karena cokelatku yang tumpah membasahi novel, ponsel, dan tas jinjingku, tetapi tabrakan itu membuatku nyeri.
"Ma-maaf."
"Jalan ati-ati, dong. Basah, nih!"
"Maaf. Sekali lagi maaf. Saya buru-buru."
Pria tinggi berbadan tegap, bicara terburu-buru. Bersembunyi di balik kaca mata hitamnya, ia berucap maaf dan langsung kabur. Cepat sekali dia menghilang sebelum aku sempat menuntutnya atas tindakan membuang tegukan cokelat terakhirku.
Aku berharap bisa menemukannya lagi, lalu memintanya ganti rugi!
Part berikutnya
https://www.kompasiana.com/rinisusi/5f04ab63d541df3b0e510204/cokelat-dan-arloji
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H