Mohon tunggu...
susi respati setyorini
susi respati setyorini Mohon Tunggu... Guru - penulis

Pengajar yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Kala Perempuan Terkutuk

6 September 2018   21:59 Diperbarui: 6 September 2018   22:26 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kamu siapa?" tanya perempuan berdaster kumal warna merah.

Kedua pinggiran daster diangkat hingga lutut supaya mudah melangkah. Wajahnya pucat dan rambutnya acak-acakan.

"Saya ... Rasya. Ibu cari siapa?" tanyaku.

"Rasya?! Rasya anaknya Sari?" serunya sambil menutup mulutnya. Dia seperti sangat terkejut.

"Ya, Bu. Anak Bu Sari."

Mata Ibu berdaster itu membulat seperti hendak keluar karena terkejutnya.

"Oh ... salah ini!" ucapnya lagi.

"Sa-salah apanya, Bu?"

"Ka-kamu ... perempuan ...."

"Setop, Lek!" larang Galuh tiba-tiba dari samping rumah.

"Luh! Kowe wis lali, nek ...."

"Lek ... wis rasah dibahas."

"Luh! Kebangeten kowe!" bentaknya sambil mengacungkan genggaman tangannya dan pergi.

Aku memandangi punggung perempuan itu menjauh. Langkahnya sangat terburu-buru. Selain bingung melihat sikapnya, juga penasaran dengan ucapannya.

Kenapa perempuan yang dipanggil Lek itu seperti menyimpan rahasia besar yang pernah terjadi di sini. Di Jenar. Lalu, kenapa juga Galuh menghalangi perempuan itu untuk bicara lagi.

Aku mengalihkan pandanganku ke Galuh yang juga masih memerhatikan perempuan itu pergi.

"Itu Lek Darmi," jelas Galuh tanpa diminta.

"Ibu Rara?" tanyaku.

Galuh hanya mengangguk. Lalu, ia balik badan meninggalkanku di teras.

"Luh!" panggilku mencegah dia pergi.

"Nanti malam aku cerita semuanya. Sekarang aku harus ke masjid persiapan Muludan."

Aku hanya menelan ludan kecewa setelah gagal menahannya dan menceritakan semua yang pernah terjadi.

Sepertinya, aku harus sedikit bersabar menunggu malam.

*

"Kang! Perempuan itu kembali, Kang!" serunya dengan napas terengah-engah. Dadanya naik turun mengatur napas.

Laki-laki yang dipanggilnya Kang itu berhenti mencangkul. Kakinya belepotan lumpur sawah. Dia berjalan mendekati Lek Darmi sambil melepas capingnya.

"Kang Maman pernah cerita, dia ketemu sama anak Sari di stasiun."

"Hah? Kok kakang ora cerita!"

"Sing teko kan anakke. Dudu Sari ...."

"Podo ae!"

"Ojo ngono, Bu."

"Anak e tetep turunan wedokan ra bener!"

#30dwcjilid14

#squad6

#day15

#tulisanbertemaperempuan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun