Aku kembali berhasil menyusul Kakek itu. Tapi langkahku melambat karena mendengarnya berbicara dengan seorang yang sedang duduk di atas motornya.
"Anak Sari, Pak?"
Kakek menoleh ke arahku sekilas lalu mengangguk.
"Ada keperluan apa dia muncul?"
"Goleki omah e."
"Sari mau pindah lagi ke Jenar, Pak?"
"Heem ... mungkin."
"Bisa gawat, Pak!"
"Aah ... urung mesti!"
"Tapi Pak, kita harus tetap waspada!"
"Yo!"
Aku tertegun mendengar pembicaraan mereka yang samar-samar. Waspada tentang apa? Batinku penuh selidik.
"Mbak, ojek?"
Aku menoleh cepat dan mengangguk. Bergegas aku menaikkan barang-barang bawaanku ke atas motor, dan segera pergi dari stasiun. Meninggalkan si Kakek yang masih berbicara serius dengan pria kerempeng yang bertato di lengan kanannya.
***
Semilir bayu menerpa ranting pohon di balik jendela. Gerakan mengayunnya pelan dan sesekali ujung ranting menyentuh jendela. Gesekannya terkadang menghasilkan suara deritan saat kayu berpapasan dengan kaca, terlebih lagi malamnya turun hujan.
Cairan yang disebut hujan itu menyentuh dedaunan. Menitikkan embun ke semua bagian tumbuhan di sekitar rumah. Kembali lambaian ranting menyentuh jendela dan menghasilkan irama alami yang membuatku terbangun.
Aku mengerjapkan mata berulangkali. Dan ketika kesadaranku sudah pulih, kedua mataku menyapu seluruh kamar.
Aku menggeliat bebas dan beranjak dari petiduranku. Aku mencari bekal yang kubawa, sepertinya perutku sudah meronta sepagi ini.
Tok ... tok ... tok
#30dwcjilid14
#squad6
#day10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H