Â
Pajak Tangguhan: Keberatan Dan Banding
Pajak tangguhan adalah jenis pajak yang pembayaran atau pelaporannya ditunda hingga waktu tertentu di masa depan. Hal ini biasanya terjadi karena adanya perbedaan waktu antara pengakuan pendapatan dan beban dalam laporan keuangan dan laporan pajak.
Keberatan dan Banding.
Pajak Tangguhan harus dibayar atau dipulihkan pada periode mendatang sebagai akibat dari perbedaan temporer antara laba akuntansi dan laba kena pajak. Ketika terdapat perbedaan antara laba akuntansi dan laba kena pajak, maka akan timbul aset atau liabilitas pajak tangguhan yang harus dicatat dalam laporan keuangan.
Apabila Wajib Pajak merasa tidak puas dengan hasil penetapan pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan. Keberatan harus diajukan secara tertulis dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak diterima, dengan menyebutkan jumlah pajak yang dianggap tidak benar.
Jika Wajib Pajak masih belum puas dengan hasil keberatan, maka dapat dilanjutkan dengan mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Banding harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya surat keputusan keberatan.
Pengadilan Pajak akan memeriksa bukti-bukti dan mendengarkan argumen dari kedua belah pihak, kemudian akan memberikan putusan. Putusan Pengadilan Pajak bersifat final dan mengikat, kecuali terdapat kekhilafan yang nyata.
Pajak Tangguhan terkait dengan perbedaan temporer antara laba akuntansi dan laba kena pajak, sementara Keberatan dan Banding adalah upaya Wajib Pajak untuk menyelesaikan sengketa pajak yang dianggap tidak benar.
 Proses Pengajuan Keberatan Dan Banding Pajak Tangguhan Secara Rinci
Proses Pengajuan Keberatan:
- Wajib Pajak menerima Surat Ketetapan Pajak (SKP) dari Direktorat Jenderal Pajak yang menetapkan adanya pajak tangguhan.
- Dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya SKP tersebut, Wajib Pajak harus mengajukan surat keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak.
- Dalam surat keberatan, Wajib Pajak harus menyebutkan jumlah pajak tangguhan yang dianggap tidak benar serta alasan-alasannya.
- Direktur Jenderal Pajak akan memeriksa dan mempertimbangkan alasan-alasan keberatan yang diajukan.
- Paling lambat 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, Direktur Jenderal Pajak akan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
Proses Pengajuan Banding
Jika keberatan tidak diterima, Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Banding ini dilakukan untuk meminta pengadilan memutuskan kembali keputusan DJP yang menolak keberatan. Putusan banding dapat mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak, tergantung pada alasan yang dikemukakan.
- Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan hasil keberatan, dapat dilanjutkan dengan mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
- Pengajuan banding harus dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya Surat Keputusan Keberatan.
- Permohonan banding diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Pajak, dengan melampirkan salinan Surat Keputusan Keberatan.
- Dalam permohonan banding, Wajib Pajak harus menguraikan dengan jelas hal-hal yang menjadi keberatan dan dasar perhitungannya.
- Pengadilan Pajak akan memeriksa bukti-bukti dan mendengarkan argumentasi dari kedua belah pihak.
- Pengadilan Pajak kemudian akan memberikan putusan, yang bersifat final dan mengikat, kecuali terdapat kekhilafan yang nyata.
Sanksi Administratif Yang Dapat Dikenakan Jika Banding Ditolak
Jika banding ditolak oleh Pengadilan Pajak, Wajib Pajak dapat dikenai sanksi administratif berupa denda. Besaran sanksi denda telah mengalami perubahan sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Sebelum UU HPP, sanksi administratif denda atas permohonan banding yang ditolak oleh Pengadilan Pajak diatur dalam Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Dalam ayat tersebut, denda sebesar 100% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Setelah UU HPP, besaran sanksi denda telah diturunkan menjadi 60% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Dengan demikian, Wajib Pajak yang mengajukan banding yang ditolak oleh Pengadilan Pajak akan dikenai sanksi denda sebesar 60% dari jumlah pajak yang tertera dalam putusan banding.
Contoh yang terjadi adalah Wajib Pajak yang mengajukan keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar untuk Tahun Pajak 2010. Keberatan tersebut ditolak, lalu Wajib Pajak mengajukan banding. Putusan banding menyatakan ditolak, maka Wajib Pajak harus membayar sanksi denda sebesar 60% dari jumlah pajak yang tertera dalam putusan banding, dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Berikut alasan umum yang menyebabkan banding ditolak oleh Pengadilan Pajak, diantaranya :
Banding yang ditolak oleh Pengadilan Pajak dapat disebabkan oleh beberapa alasan umum berikut:
Dengan demikian, banding yang ditolak oleh Pengadilan Pajak biasanya disebabkan oleh ketidakkonsistenan dengan peraturan perundang-undangan, tidak memenuhi syarat pengajuan, atau tidak memenuhi prosedur administratif yang benar
Keberatan
Keberatan terhadap pajak tangguhan dapat dilakukan oleh Wajib Pajak jika mereka merasa bahwa pajak yang dikenakan tidak sesuai dengan peraturan atau tidak berdasarkan fakta yang benar. Keberatan ini biasanya dilakukan melalui prosedur administratif, seperti mengajukan surat keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Sebelum Mengajukan Keberatan Pajak
Sebelum mengajukan keberatan pajak, Wajib Pajak harus mengikuti beberapa langkah berikut:
Dengan demikian, Wajib Pajak harus memperhatikan syarat-syarat pengajuan keberatan dan memenuhi ketentuan administratif serta hukum untuk menghindari kesalahan yang dapat menyebabkan keberatan ditolak.
Sanksi Administratif
Sanksi administratif yang dapat dikenakan terhadap Wajib Pajak yang tidak melunasi pajak tangguhan sesuai dengan jatuh tempo dapat berupa denda dan bunga. Denda dapat sebesar 100% dari jumlah pajak yang masih harus dibayar, sedangkan bunga dapat sebesar 2% per bulan. Jika pajak tidak dilunasi hingga jatuh tempo, maka dilakukan tindakan penagihan pajak dengan surat paksa dan berlaku ketentuan mengenai pengenaan sanksi administratif berupa bunga.
Contoh
Contoh yang terjadi adalah Wajib Pajak yang mengajukan keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar untuk Tahun Pajak 2010. Keberatan tersebut ditolak, lalu Wajib Pajak mengajukan banding. Putusan banding mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak, dan Wajib Pajak harus melunasi sisa utang pajak sebesar Rp250.000.000,00 dalam waktu 1 bulan setelah diterbitkannya putusan banding. Jika tidak dilunasi, maka dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% per bulan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H