Proses Pengajuan Keberatan:
- Wajib Pajak menerima Surat Ketetapan Pajak (SKP) dari Direktorat Jenderal Pajak yang menetapkan adanya pajak tangguhan.
- Dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya SKP tersebut, Wajib Pajak harus mengajukan surat keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak.
- Dalam surat keberatan, Wajib Pajak harus menyebutkan jumlah pajak tangguhan yang dianggap tidak benar serta alasan-alasannya.
- Direktur Jenderal Pajak akan memeriksa dan mempertimbangkan alasan-alasan keberatan yang diajukan.
- Paling lambat 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, Direktur Jenderal Pajak akan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
Proses Pengajuan Banding
Jika keberatan tidak diterima, Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Banding ini dilakukan untuk meminta pengadilan memutuskan kembali keputusan DJP yang menolak keberatan. Putusan banding dapat mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak, tergantung pada alasan yang dikemukakan.
- Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan hasil keberatan, dapat dilanjutkan dengan mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
- Pengajuan banding harus dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya Surat Keputusan Keberatan.
- Permohonan banding diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Pajak, dengan melampirkan salinan Surat Keputusan Keberatan.
- Dalam permohonan banding, Wajib Pajak harus menguraikan dengan jelas hal-hal yang menjadi keberatan dan dasar perhitungannya.
- Pengadilan Pajak akan memeriksa bukti-bukti dan mendengarkan argumentasi dari kedua belah pihak.
- Pengadilan Pajak kemudian akan memberikan putusan, yang bersifat final dan mengikat, kecuali terdapat kekhilafan yang nyata.
Sanksi Administratif Yang Dapat Dikenakan Jika Banding Ditolak
Jika banding ditolak oleh Pengadilan Pajak, Wajib Pajak dapat dikenai sanksi administratif berupa denda. Besaran sanksi denda telah mengalami perubahan sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Sebelum UU HPP, sanksi administratif denda atas permohonan banding yang ditolak oleh Pengadilan Pajak diatur dalam Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Dalam ayat tersebut, denda sebesar 100% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Setelah UU HPP, besaran sanksi denda telah diturunkan menjadi 60% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Dengan demikian, Wajib Pajak yang mengajukan banding yang ditolak oleh Pengadilan Pajak akan dikenai sanksi denda sebesar 60% dari jumlah pajak yang tertera dalam putusan banding.
Contoh yang terjadi adalah Wajib Pajak yang mengajukan keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar untuk Tahun Pajak 2010. Keberatan tersebut ditolak, lalu Wajib Pajak mengajukan banding. Putusan banding menyatakan ditolak, maka Wajib Pajak harus membayar sanksi denda sebesar 60% dari jumlah pajak yang tertera dalam putusan banding, dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Berikut alasan umum yang menyebabkan banding ditolak oleh Pengadilan Pajak, diantaranya :
Banding yang ditolak oleh Pengadilan Pajak dapat disebabkan oleh beberapa alasan umum berikut: