Mohon tunggu...
Storin
Storin Mohon Tunggu... Penulis - 🌻

seribu jiwa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

#Mosi Tidak Percaya, Satu Tahun Kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf Amin

27 Oktober 2020   12:39 Diperbarui: 27 Oktober 2020   13:40 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

-Edisi UU Cipta Kerja-

Tepat pada tanggal 20 Oktober kemarin genap satu tahun kepemimpinan Presiden Jokowi- Ma'ruf Amin, masyarakat masih dibayangi pandemi Covid-19 tanpa adanya kepastian peran pemerintah yang tegas. Salin bayang-bayang pandemi, perjalanan pada periode ke dua Presiden Jokowi ini juga diwarnai oleh #Mosi Tidak Percaya, kali ini dipicu oleh Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja. 

Nyatanya, Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja tersebut di nilai kurang dalam melibatkan elemen masyarakat. Sedari Perancangan Undang-Undang Cipta Kerja pun sudah menuai kritik pedas dari masyarakat luas. Jadilah waktu itu tranding #Mosi Tidak Percaya di Twitter dan di beberapa platform media sosial. 

Mulai dari Mahasiswa, Buruh dan Tokoh Masyarakat ikut turun kejalan untuk menyerukan Aspirasi juga Protes terhadap ketidakadilan sikap pemerintah yang di rasa semakin hari semakin tidak berpihak kepada rakyat. Pemerintah hari ini seolah tidak menjadi peran sebagai wakil-wakil rakyat. Fatamorgana kepentingan inventarisasi negara menjadi jurus andalan pemerintah dalam menepis asumsi rakyat yang dipaksa paham dan mengerti tujuan pemerintah menciptakan kemaslahatan hari ini.

Dari sabang sampai marauke, kritik keras terhadap pengesahan UU Cipta Kerja. Puncaknya pada 20 Oktober aliansi Buruh bersama Mahasiswa, Pelajar turun ke Jakarta untuk meluapkan hak-hak nya agar di dengar oleh Presiden.

Satu tahun rezim Jokowi-Amin, kita dipertontonkan kenyataan dengan mata telanjang, hal tersebut dilontarkan lantang oleh Sekertaris Jendral Pimpinan Pusat Sekolah Mahasiswa Progresif (SEMPRO) Ihsan Kamil, ia berpendapat bahwa kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf Amin memang anti rakyat dan demokrasi.

"Pertama, hal ini dibuktikan dengan mereka tetap memaksakan omnibuslaw cipta kerja yang digadang-gadang akan mengundang investasi sebesar-besarnya dan menciptakan banyak lapangan kerja. Padahal lintasan sejarah pembangunan ekonomi politik di Indonesia telah membuktikan meskipun diguyur investasi yang besar, Indonesia tidak bisa lepas dari problematika pengangguran, dan problem sosial ekonomi masyarakat lainnya" ujar Kamil saat dikonfirmasi sesuai menyampaikan orasi di lingkungan Monumen Nasional, Selasa (20/10/2020).

Kamil juga menegaskan semakin besar investasi justru yang terjadi adalah ketidakpastiaan kerja karena sistem kerjanya kontrak atau outshorcing.

"Upahnya dibawah standar kualitas hidup, kerusakan lingkungan dimana-mana dan biaya pendidikan justru malah semakin mahal" tegasnya.

Kenyataan kedua, lanjut Kamil, ditengah-tengah situasi yang serba terbatas akibat krisis kesehatan (Covid-19-red) dan krisis ekonomi yang terus berlangsung, gerakan rakyat masih bisa menguatkan persatuan dan kesatuannya.

"Dalam melawan setiap produk kebijakan rezim yang anti demokrasi dan anti rakyat. Meskipun sudah berkali-kali direspon dengan tindakan represif oleh aparatus keamanan, hari ini gerakan rakyat membuktikan masih terus konsisten melawan ketidakadilan adilan tersebut" lanjutnya.

Diketahui, kemarahan masyarakat memuncak setelah disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja pada tanggal 5 Oktober lalu oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan investasi asing dan dalam negeri dengan mengurangi persyaratan peraturan untuk izin-izin usaha dan pembebasan tanah. 

Seperti dilansir dari wikipedia Omnibuslaw memiliki panjang 905 halaman dan mencangkup banyak sektor-sektor. UU tersebut dijuluki sebagai Undang-undang Sapu Jagat!

Rangkaian Aksi Unjuk Rasa serentak pada tanggal 6, 7, dan 8 Oktober adalah bentuk Aksi massal yang terjadi di 60 kota/kabupaten terbesar di lebih dari 20 provinsi melakukan aksi penolakan UU Cipta Kerja.

Berbagai isu-isu dilontarkan dari kalangan Politik. Seperti dikutip dari selembaran agitasi elektronik Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak), Jakarta, Selasa 20 Oktober. Atas nama Gebrak mencatat :

Terdapat tudingan-tudingan dari penguasa salahsatunya adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, beranggapan bahwa aksi-aksi penolakan UU Cipta Kerja yang terjadi di provinsi sebagai aksi yang didalangi oleh  kepentingan politik praktis.  

Tudingan tersebut seperti hendak mengaburkan kemarahan dan perjuangan rakyat yang sudah tidak percaya lagi kepada pemerintah. 

Dalam naskah agitasi tersebut juga tertulis, sesungguhnya sponsor aktif di balik pengesahan UU Cipta Kerja itu tidak pantas didengarkan karena bagian dari oligarki yang diuntungkan. Oleh karena itu Airlangga memiliki konflik kepentingan dengan UU Cipta Kerja, sesuatu yang dilarang dalam UU Pemerintahan yang Bersih dari  Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 

Ada juga Koalisi Bersihkan Indonesia, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Greenpeace Indonesia, dan Auriga Nusantara melakukan penelitian mendalam atas 12 nama anggota Satuan Tugas (satgas) Omnibus Law yang memiliki hubungan dengan bisnis tambang dan energi kotor terutama batu bara. Mereka adalah:  

Airlangga Hartarto, Puan Maharani, Arteria Dahlan, M Arsjad Rasjid, Lamhot Sinaga, Erwin Aksa, Bobby Gafur Umar, Benny Soetrisno, Azis Syamsudin, Pandu Patria Sjahrir, Raden Pardede, Rosan Roeslani. 

Airlangga yang berperan sebagai orang yang membentuk tim Satgas Omnibus, misalnya, terhubung dengan PT Multi Harapan Utama, sebuah tambang batubara di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.  

Luas konsesi PT MHU mencapai 39.972 hektar atau setara dengan luas kota Surabaya. Catatan Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Timur pada 2017, PT MHU meninggalkan 56 lubang bekas tambang yang tersebar di Kutai Kartanegara, dan salah satu lubang tambangnya di Kelurahan Loa Ipuh  Darat, Kilometer 14, menewaskan Mulyadi, pada Desember 2015. 

12 nama sponsor aktif ini tentu di balik kepentingan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia yang menggagas kelahiran Omnibus Law ini, sebagaimana yang ia sampaikan melalui pidato  kepresidenan saat pelantikannya di periode kedua pada 20 Oktober 2019. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun