Mohon tunggu...
Pendidikan

WCU dan RI 4.0 Bukanlah Solusi, Pendidikan Tinggi Butuh Kepemimpinan Khilafah

7 Mei 2019   05:45 Diperbarui: 7 Mei 2019   06:06 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah masih saja berambisi mewujudkan agenda WCU (World Class University) dan Revolusi Industri 4.0,  meski banyak  insan akademik yang menyoal urgensi agenda keduanya karena berbagai dampak negatif yang begitu nyata.  Seperti biaya pendidikan yang semakin mahal, dominasi asing terhadap pemanfaatan riset dan teknologi di samping ancaman gelombang pengangguran terdidik.

Hasrat mencapai 500 peringkat WCU untuk kesekian kalinya kembali dinyatakan Menristekdikti, yaitu  pada peringatan hari pendidikan nasional 2 Mei 2019.  Ia menegaskan, "Jumlah penelitian dan publikasi ilmiah di tingkat nasional maupun internasional harus diperbanyak. Prestasi mahasiswa di tingkat internasional harus ditingkatkan ini agar masuk dalam rangking 500 universitas terbaik dunia.".  https://www.google.com/amp/s/m.jpnn.com/amp/news/menristekdikti-pembangunan-pendidikan-berkualitas-jadi-target-sdgs. 

Pada kesempatan yang sama juga ditegaskan  untuk kesekian kali  pentingnya agenda RI 4.0 direalisasikan, sebagaimana dinyatakan, "Online education, Massive Open Online Courses (MOOCs) hingga cyber university merupakan ciri pembelajaran di era digital. Perguruan tinggi telah mulai menyediakan berbagai mata kuliah baru seperti big data, data analytics, dan entrepreneurship." (https://ristekdikti.go.id/kabar/pimpin-upacara-hardiknas-di-universitas-indonesia-menristekdikti-tekankan-pengembangan-sdm-kompetitif-inovatif-dan-berkarakter/#Azv2P4L6hk0qo8FA.99). 

Disfungsi Pendidikkan Tinggi

Solusi ketertinggalan pendidikan tinggi, riset dan SDM (Sumber Daya Manusia)  Indonesia di mata Internasional merupakan  alasan pemerintah berkonsentrasi pada agenda Pendidikan Tinggi Kelas Dunia /World Class University (WCU) dan  agenda RI 4.0.  Hasilnya, tidak saja pendidikan tinggi semakin mahal.  Bahkan, berakibat disfungsi  pendidikan tinggi dari berbagai tujuan vitalnya. Pendidikan tinggi hari ini dimanipulasi sebagai mesin penggerak industrialisasi kapitalisme global, pencetak buruh terdidik dan pemasok riset untuk industrialisasi teknologi.

Tidak semata berbicara kemajuan sain dan teknologi, agenda WCU maupun RI 4.0 sarat dengan muatan paradigma sekuler kapitalistik,  khususnya tentang ilmu, manusia dan fungsi negara.  Yang dalam pandangan barat ilmu harus disterilkan dari wahyu dan difungsikan  sebagai faktor produksi bagi pertumbuhan ekonomi.  Sementara manusia tidak lebih sebagai faktor produksi dan konsumen.  Sementara fungsi pemerintah adalah regulator yang memudahkan terwujudnya kepentingan-kepentingan korporasi. 

Karenanya, kurikulum direvisi untuk mempersiapkan insan  akademik muslim (mahasiswa, dosen, peneliti)  berketerampilan, berkeahlian teapi dengan budaya, karakter dan mental sekuler kapitalisme. Kesuksesan diukur dari gelar akademik dan diterima bekerja pada perusahaan atau menciptakan lapangan kerja. Islam diposisikan sebagai agama dalam pandangan barat, yang hanya mengatur aspek ibadah seperti sholat, puasa, zakat dan haji.

Disaat bersamaan tidak peduli  pada  aspek pengaturan urusan kehidupan yang dituntut Islam  termasuk pengaturan pendidikan tinggi dan riset.  Perasaan dan pemikiran merekapun terpisah dari umat, dan dedikasipun diperuntukan untuk  korporasi dan agenda hegemoni.  Bukan untuk Islam, kaum muslimin dan peradaban Islam yang mulia dan memuliakan.   Inilah makna pengembangan SDM kompetitive, inovative dan berkarakter yang dikehendaki agenda hegemoni Sustainable Development Goals (SDGs).  

Pendidikan Tinggi Mesin Industrialisasi Kapitalisme 

Demi target meraih peringkat 500 WCU, pendidikan tinggi didorong meningkatkan aktivitas riset.  Hanya saja dengan arah dan peta riset  sesuai kepentingan barat.  Didikte melalui penetapan kriteria yang dapat dimuat pada jurnal internasional terindeks barat, maupun dilihat dari dapat tidaknya riset dihilirisasi (baca:dikomersialisasi) dalam wujud perusahaan pemula (startup).

Pada faktanya inilah yang dimaksudkan oleh  kriteria penilaian WCU tentang  riset, misal versi Times Higher Education Supplement (THES) yang dimuat pada laman www.timeshighereducation.co.uk.  Dan agar riset-riset tersebut berwujud teknologi yang siap dimanfaatkan korporasi, harus diadakan Pusat Unggulan Inovasi, dan Science Techno Park (STP)/ Kawasan Sain dan Teknologi KST) ) sebagai  penghasil perusahaan pemula (starup). Ini terutama pada sebelas Universitas yang dijadikan kandidat WCU, seperti Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor dan Universitas Indonesia beserta delapan Universitas kandidat WCU lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun