"Aku akan membacakan buku cerita yang lebih menarik dari koran ini," ujar Lancer mengelak.
"Tidak mau, aku belum selesai membacanya, sebentar saja~ ya?" Thyria tidak menyerah. Dia maju selangkah dan mencoba mengambil koran itu yang seketika disembunyikan ke belakang tubuh oleh Lancer.
"Tidak, Thy." Lancer menggeleng tegas.
Thyria mengabaikan penolakan itu. Alhasil terjadilah perebutan koran dengan Lancer yang kekeh mempertahankan selama beberapa saat. Beberapa pelayan yang melewati pintu terbuka itu sempat melihat sekilas kakak beradik itu bermain-main.Â
Tiba-tiba Thyria salah melangkah, rok gaunnya terinjak dan membuatnya terhuyung ke depan. Tanpa bisa dicegah lagi Thyria jatuh, membuat Lancer terdorong ke belakang hingga mereka terjatuh bersama di atas sofa. Waktu seakan membeku, terhenti, ketika tatapan Thyria terkunci pada iris kuning Lancer yang berkilauan, hidung mereka yang bersentuhan, dan bibir mereka hampir saling bertemu.
Lalu mata rubby itu berpindah turun memandang leher Lancer. Semakin lama Thyria menatap lehernya, semakin membuatnya ingin mengulangi kejadian semalam.
"Thyria, aku harus pergi mengajar." Suaranya bagai menegur lamunan Thyria.Â
Thyria pun beringsut bangun dari atas tubuh bidang Lancer. Ia melihat Lancer membenahi pakaiannya. "Kapan kau akan pulang?" tanyanya.
"Mungkin agak malam? Semua persediaan sudah aku simpan di tempat biasa," kata Lancer merujuk pada stok kantong darah untuk Thyria.
"Selama aku belum kembali ke rumah, jangan pergi kemana pun," pesan Lancer.
Thyria mengangguk patuh, dibalas senyuman manis Lancer sambil mengacak rambutnya gemas.