Maka pada detik berikutnya taring Thyria menembus kulit lehernya secara perlahan. Kedua mata Lancer terpejam dengan tenang saat merasakan darahnya disedot keluar. Ini adalah pertama kali bagi mereka berdua. Jauh sebelumnya Thyria tidak pernah menggigitnya dan mengambil darahnya.Â
Tetapi malam ini pertahanan Thyria terlepas. Padahal di dalam pikirannya sudah tertanam kuat untuk tidak sedikit pun menghisap darah keluarganya sendiri. Thyria akui, janji itu telah dilanggar. Sebuah perasaan bersalah dan menyiksa ini membuat air matanya meleleh. Dia menghisap darah Lancer sambil menangis tanpa suara.
Lancer mengelus rambut belakangnya dengan lembut. Itu dia lakukan sebagai isyarat bahwa dirinya baik-baik saja, jadi Thyria tidak perlu khawatir padanya. Walau sesungguhnya darah yang disedot keluar dari tubuh, membuat kesadaran Lancer mulai berkunang-kunang seperti orang anemia.
Tidak masalah, mau sebanyak apapun darah yang Thyria ambil darinya, Lancer telah bersedia dengan suka rela.
Setelah puas beberapa saat, Thyria menjauhkan wajahnya dan melepas taringnya dari leher Lancer. Lalu pria itu membuka matanya. Akibat kekurangan darah, wajah Thyria terlihat buram di pandangannya. Namun hanya sejenak, sebelum kemudian Lancer melihat ekspresi sedih gadis ini.Â
"Oh Thyria," lirih Lancer terkejut mendapatinya menangis. Lalu dia mengusap air mata Thyria di pipi dengan pelan. "Kenapa kau menangis?" Lancer bertanya dengan suara yang lembut.Â
Thyria menunduk, menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca. Lantai di bawah lututnya menjadi pemandangannya saat ini. Dia tidak mau menunjukkan wajah sedih ini di hadapan Lancer. Kepalanya hanya menggeleng ketika mendengar pertanyaan itu.
Tapi kemudian jemari Lancer menyentuh rahangnya. Membuat Thyria kembali menatap pria ini dengan jejak air mata membasahi wajah.Â
"Buruk sekali," ucap Lancer mengomentari. "Air mata ini tidak cocok dengan wajah cantikmu. Ayo ikuti aku tersenyum seperti ini," kata pria itu menunjukkan bagaimana dia tersenyum dengan ceria.
Thyria menatapnya. Melihat ketulusan Lancer yang berusaha agar dirinya kembali ceria, membuat hati Thyria terenyuh. Dia beruntung memiliki seorang saudara seperti pria ini. Rasa syukur yang tak terkira ini berhasil menarik kedua sudut bibirnya membentuk kurva. Thyria tersenyum, sedikit dipaksakan.
"Nah, begitu. Senyum ini terlihat cocok untukmu," kata Lancer senang.