Mohon tunggu...
Rindu Hartoni Capah
Rindu Hartoni Capah Mohon Tunggu... -

Menulis bagiku hanyalah bagian kecil dari aksi sebagai bagian dari praksis yang ku aminkan. Meski begitu, masih kupercayai reaksinya luar biasa. Bukan untuk eksistensi, hanya untuk propaganda tanpa diskriminasi dan anti penindasan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kedaulatan Ruang Pasar Tradisional

12 Agustus 2015   00:02 Diperbarui: 12 Agustus 2015   00:02 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ini merupauakan negara hukum, tapi kenapa keadilan itu tidak benar ditegakkan? Kenapa justru kami para pedagang pasar tradisional yang menjadi korban?”, ucap salah seorang pedagang terbsebut.

Kejadian yang sama juga dialami oleh pedagang di Pasar Sambu. Mereka digusur paksa oleh aparat keamanan pada senin, 27 April 2015, dini hari. Penggusuran itu berlangsung hingga suasana pagi terang benderang. Ketika para pedagang menolak untuk direlokasi, maka yang menjadi monster adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Petugas Kepolisian, TNI, dan Dinas Perhubungan.

Sontak, tindakan semena-mena yang dilancarkan oleh aparat mengundang kemarahan dari pedagang. Mereka melakukan perlawanan kecil untuk tetap mempertahankan barang dagangan mereka. Namun mereka kalah dari jumlah aparat. Bahkan lebih brutalnya lagi, para pedagang ditembaki aparat menggunakan peluru karet.

Melihat kondisi ini, dimana sebenarnya letak keberpihakan aparat keamanan? Bukankah institusi ini diciptakan untuk mengayomi masyarakat? Rakyat masih saja dijadikan korban kekerasan dan aparat sangat tidak menghargai hak asasi manusia. Tindakan represifitas selalu menjadi hal yang selalu diandalkan oleh aparat.

Kedaulatan Ruang untuk Rakyat

Dalam UU No. 26 Tahun 2007 pada pasal 7 ayat (1) tentang Penataan Ruang menegaskan, “Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Kedaulatan ruang berarti penguasaan ruang yang sepenuhnya dikuasasi oleh rakyat melalui peruntukan ruang yang sepenuhnya dikelola murni oleh rakyat tanpa intervensi para penguasa dan pemegang modal besar.

Namun, meskipun sudah diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan, masih saja regulasi yang tercipta berpihak kepada para pemodal dan penguasa birokrasi. Hal ini terlihat arah dan laju pemikiran para pemikir tata ruang modern selalu berkhayal untuk membuat konsep keruangan kota yang diisi oleh taman-taman sebagai ruang terbuka hijau, dipercantik oleh jalan aspal yang mulus-mulus, diisi oleh gedung-gedung pencakar langit, diimpit  oleh pusat-pusat perbelanjaan modern, kemudian bisnis properti berkembang disana-sini, dengan membangun hunian perumahan elit dan terpisah dari permukiman rakyat miskin.

Lebih parahnya lagi, jika ada jembatan di tengah perkotaan, biasanya jembatan tersebut selalu dipercantik dengan dinding-dinding jembatan yang mewah dan berbiaya mahal untuk menutupi kondisi sungai yang jorok akibat limbah industri. Tata ruang kota semakin melahirkan bagunan-bangunan mewah, elit, dan berbaiaya mahal; itulah hasil pemikiran para ahli tata ruang dan ahli arsitektur kota yang diilhami oleh tekanan pasar dan siraman uang supaya para pemikir tersebut cepat kaya. Para kontarktor besar berjingkrak-jingkrak menjilati lancarnya arus proyek pembangunan kota.

Naluri buas tersebut mengakibatkan banyaknya konflik perampasan lahan, perampasan ruang kota, dan perampasan ruang pasar tradisional. Demikian halnya dengan kedaulatan ruang untuk pasar tradisional, seharusnya pemerintah harus mengakui dan memuliakan keberadaan pasar tradisional.

 

*Oleh: Rindu Hartoni Capah | Penulis adalah mahasiswa Jurusan Geografi Konsentrasi Tehknik di Universitas Negeri Medan dan aktif dalam gerakan sosial di Kelompok Studi Mahasiswa BARSDem. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun