Malam kemarin, langit terang. Banyak bintang indah bertebaran. Jumlahnya tak banyak, hanya saja, mampu membuat mata terpesona, lalu dengan spontan, mulut berkomentar "MasyaAllah", akan fenomena indah anugerah Tuhan itu.Â
Cuaca di luar biasa, tidak begitu panas, tidak pula dingin, meskipun jika berbicara keharusan, harusnya ia dingin, sebab masih waktunya musim penghujan, sehingga aroma-aroma petrichor menyengat di hidung.Â
Seperti apapun cuaca, tubuhku harus kugerakkan untuk keluar, sementara tanganku, harus kupaksakan untuk mengetik undangan secara online sebagai pertanda rapat benar-benar diadakan.Â
"Assalamu'alaikum. Berhubung akan diadakannya acara sekorcam, maka kami ............... "
Usai mengundang, aku bersiap-siap, tak sabar rasanya rapat, lalu kembali ke kasur. Entahlah, bagaimanapun, sudah sebulanan hidupku tdak teratur. Usai shubuh, dengan sengaja berbaring hingga terlelap, lalu bekerja, kemudian terlelap. Ah, memang unfaedah.Â
Dengan sedikit malas, kulangkahkan kakiku menuju motor putih yang sudah menemaniku selama dua bulan itu. Tak lama lagi, ia akan pergi, dibawa oleh empunya. Ah. Yah, aku terbiasa dengan ontelku yang sudah menemani tiga tahun perjalananku. Bukan tanpa sejarah. Banyak hal yang terjadi dengannya. Ada tawa, ada luka, ada tangis, ada tawa. Begitulah ia yang penuh dengan warna.Â
Kupacu kecepatan motorku dengan ecepatan tinggi. Maklum, aku takut sampai terlambat, sebab bagiku, sedetik, tetap saja dihitung sebagai terlambat, dan itu adalah sebuah kedzhaliman.Â
Kupilih parkir yang mudah untuk dikeluarkan. Â
"Assalamu'alaikum", sapaku ramah kepada beberapa pengurus PH BPH. Sambil menyunggingkan seutas senyum dan menyalami yang putri.Â
Kupilih tempat duduk seadanya. Sebab memang suasananya terlampau ramai.Â
Tak berapa lama, ketika satu persatu hadir, rapat dimulai. AKu sibuk mencatat semua masukan yang hadir, semua poin yang penting, sambil sesekali ikut tertawa dan menambahkan.Â