Mohon tunggu...
Rinda Aunillah Sirait
Rinda Aunillah Sirait Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Alam

Pemerhati satwa liar, penyiaran dan etika media massa. Kumpulan tulisan yang tidak dipublikasikan melalui media cetak.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Duh, Kardusmu Itu..

10 Agustus 2018   15:21 Diperbarui: 11 Agustus 2018   05:12 2597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: mongabay.com)

Ada nuansa lain saat membahas kardus akhir-akhir ini. Seringkali orang-orang di sekitar saya tersenyum simpul saat bahasan nyerempet ke kata "kardus". Asumsi saya sih, mereka mengaitkan kardus dengan heboh sumbangan Rp500 miliar itu.

Buat saya, kardus mengingatkan pada nasib buruk satwa liar yang diperdagangkan secara illegal. Sama sekali nggak ada lucu-lucunya. Kardus kerap kali digunakan pedagang satwa liar dilindungi sebagai wadah saat mengirim satwa jualannya itu. Alasannya sederhana: mudah ditemukan, mudah dimodifikasi sesuai kebutuhan dan yang penting harganya murah.

Satwa malang yang diperdagangkan biasanya dijual di pasar satwa tradisional. Kita kerap kali mengenalnya sebagai pasar burung, padahal biasanya banyak juga satwa yang bukan burung dijual di sana.

Terkadang  petshop, yang akhir-akhir ini menjamur, "membungkus" satwa dengan kardus. Kardus aneka ukuran menjadi rumah sementara satwa yang malang sampai sang pemilik memindahkannya ke dalam kandang.

Satwa liar yang diperdagangkan melalui media online, kerap kali harus dikirim ke luar kota atau luar pulau bahkan keluar benua melalui beragam moda transportasi. Jarak pembeli dan penjual bisa ratusan hingga ribuan km! Satwa tidak hanya dikirim ke kota lain, seringkali satwa liar dilindungi diselundupkan ke negara lain.

Dilansir situs berita detik.com, pada pertengahan Juli 2018 Petugas gabungan Bea Cukai menangkap 2 penyelundup satwa dan tumbuhan di Batam. Pelaku berinisial AG dan TD mencoba menyelundupkan 909 satwa liar dan tanaman.

Hasil pemeriksaan petugas saat menggeledah kapal motor menemukan berupa kardus berukuran besar yang dikemas rapi. Kemudian saat dibongkar oleh petugas patroli terdapat kardus berisikan satwa berupa anak buaya, iguana,burung murai batu,burung love bird,kura-kura dan tumbuhan langka yang seluruhnya berasal dari malaysia.

Aneka Moda Transportasi

Berupaya mengelabui aparat berwenang, pengiriman satwa liar kerap menggunakan kurir satwa untuk pengiriman jarak pendek (biasanya di dalam kota). Kurir satwa akhir-akhir ini menjadi pilihan karena dianggap mengurangi risiko penjual tertangkap aparat berwenang.

Di sisi lain, kurir satwa dianggap menjadi peluang bisnis baru dalam jasa pengiriman barang. Penggunaan kardus kerap direkomendasikan para kurir satwa agar paket mudah disusun di atas motor atau bagasi mobil mereka.

Untuk penjualan jarak jauh, para pedagang nakal sering mengakali perusahaan jasa pengiriman barang dengan membungkus satwa liar dilindungi di dalam kardus dan mengaku isinya bukan satwa. Kalaupun terpaksa mengaku, mereka memilih mengaku isi kardus adalah hewan domestik (kelinci, hamster, tikus putih) sehingga seolah tidak melanggar hukum. 

Kelengahan perusahaan jasa pengiriman barang dalam memeriksa isi barang yang dikirimkan menjadi celah bagi penjual satwa liar dilindungi. Karna kelengahan itu, ribuan bahkan puluhan ribu individu satwa liar dilindungi beredar melalui perjalanan darat, laut dan udara. Kondisi ini menyeret perusahaan jasa pengiriman barang terlibat dalam pelanggaran hukum dan kekejaman terhadap satwa.

Seolah tak habis akal, para pedagang nakal juga memanfaatkan celah layanan transportasi bus antarkota. Satwa liar dilindungi dititipkan secara personal ke awak armada bus antarkota.

Bagi pedagang, strategi menitipkan ini lebih murah ketimbang menggunakan jasa perusahaan pengiriman barang. Bagi awak bus yang nakal, ini adalah celah ceperan (pendapatan tambahan yang tidak resmi). Tentu saja, kardus menjadi wadah untuk satwa liar dilindungi yang dikirimkan.

Salah satu kasus pengiriman satwa liar dilindungi melalui bus antarkota terkuak pada 28 Juli 2016. Mengutip okezone.com, Seorang sopir bus antar kota antar provinsi (AKAP) Margahayu harus diborgol aparat kepolisian dari Polres Jembrana lantaran kedapatan membawa satwa langka rusa di dalam kardus di pos 2 pemeriksaan pintu masuk Bali, Jineng Agung, Gilimanuk, Melaya, Jembrana.

Berdasarkan informasi yang dihimpun sopir bus tersebut bernama Ali Budin (44) asal Jember yang tengah mengendarai Bus Margahayu dengan nomor polisi N 7699 UW sekira pukul 02.00 Wita, Kamis 28 Juli 2016.

(sumber: news.okezone.com)
(sumber: news.okezone.com)
Sarat Kekejaman

 Bila kardus sekedar menjadi kandang transit selama satu-dua jam, nampaknya tidak terlalu berisiko terhadap keselamatan satwa. Masalah muncul saat satwa berada dalam kardus bisa lebih dari 24 jam.

Inilah pangkal kekejaman terhadap satwa liar. Tak jarang, satwa liar meregang nyawa dalam kondisi mengenaskan di dalam kardus membawanya ke pemilik baru.

Untuk perjalanan panjang, biasanya para pedagang memasukkan satwa ke dalam kardus setelah terlebih dahulu membiusnya dengan takaran sekenanya. Di dalam kardus disertakan sedikit makanan agar satwa tidak gelisah pada saat siuman. Kardus pun dibolongi kecil-kecil, asalkan cukup ada udara yang masuk.

Teknik ini sangat berbahaya bagi satwa. Satwa bisa mati karena overdosis atau karena kekurangan oksigen. Sungguh kejam!

Jangan membayangkan pedagang memikirkan aspek kenyamanan bagi satwa yang dijualnya. Satu kardus seringkali berisi beberapa individu satwa. 

Contohnya pada kasus Tim gabungan dari Polres Banyuwangi, BKSDA Seksi 5 Banyuwangi, serta Center for Orangutan Protection (COP) dan Animals Indonesia, menggagalkan transaksi perdagangan 4 ekor lutung jawa (Trachypithecus auratus) di Banyuwangi, Jawa Timur.

Keempat lutung jawa berumur 1-4 bulan itu, rencananya akan dijual ke pembeli, setelah tawar-menawar melalui media sosial dan BBM. Pelaku ditangkap di depan SPBU Sukowidi, Banyuwangi, dengan barang bukti yang dibawa dalam dua kardus air mineral.

"Konsisi bayi lutung jawa saat ini, 2 cukup stabil sedangkan 2 lainnya kurang baik akibat perawatan dan asupan pakan yang kurang memadai," terang Daniek Hendarto, APE Warrior Center for Orangutan Protection (COP), kepada Mongabay, Rabu (25/5/2016).

Aneka kekejaman terhadap satwa liar yang diperdagangkan selayaknya membuat kita mengevaluasi diri. Secara hukum, keberadaan sebagai satwa liar dilindungi berdampak pada larangan perlakuan secara tidak wajar terhadap satwa yang dilindungi sesuai Pasal 21 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

UU ini melarang perburuan, perniagaan dan kepemilikan satwa dilindungi secara ilegal. Dalam Pasal 40 ayat [2] UU No. 5/1990, sanksi pidana bagi orang yang sengaja melakukan pelanggaran adalah pidana penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta. 

Ini berarti, selain terlibat dalam rantai kekejaman, memelihara satwa liar dilindungi juga melanggar hukum.

Jangan memelihara satwa liar merupakan solusi ampuh untuk memotong rangkaian kekejaman terhadap makhluk ciptaan Tuhan ini. Rendahnya permintaan sawa liar di pasaran, menyebabkan penjual satwa berpikir ulang untuk memasarkan. Ini pasti menekan angka perburuan serta perlakuan kejam yang menyertainya selama proses perdagangan satwa.

Kesadaran tidak memelihara bukan hanya datang dari orang yang telanjur menjadi kolektor, namun juga perlu muncul dari masyarakat luas. Ingat, satwa liar lebih indah hidup di alam! ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun