Mohon tunggu...
rindang palupi
rindang palupi Mohon Tunggu... Sekretaris - Perempuan dengan rasa Stroberi

Membaca, mengamati, lalu mencoba memahami

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Job Design During Social Distancing Related to Covid-19

24 Maret 2020   17:30 Diperbarui: 24 Maret 2020   17:45 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah WHO menyatakan pandemi terhadap wabah Virus Corona atau COVID-19, beberapa Pemerintah daerah di Indonesia mulai mengeluarkan status tanggap darurat yang menghimbau masyarakatnya untuk tidak bepergian keluar rumah serta menunda seluruh kegiatan yang bersifat sosial/berkumpul. Adapun himbauan dimaksud berlangsung selama kurang lebih 2 pekan atau dapat diperpanjang sesuai perkembangan yang terjadi di lapangan.

Kondisi tersebut tentunya berdampak pada dunia usaha. Imbauan untuk mengurangi interaksi sosial selama pandemi Covid-19 secara tidak langsung “memaksa” para pengusaha untuk membuat kebijakan cara kerja baru/lain dari biasanya demi tercapainya target perusahaan. Beberapa Job Design yang dapat digunakan oleh perusahaan di antaranya yaitu:  

1. Bekerja dari rumah atau populer dengan sebutan Work From Home (WFH) 

WFH identik dengan telecommuting, yaitu bekerja jarak jauh dengan mengandalkan teknologi berbasis internet seperti email, grup chatting, video/teleconference meeting maupun korespondensi melalui sistem yang dibangun oleh Perusahaan.

WFH adalah metode yang paling banyak dipilih oleh perusahaan dalam masa pandemi Covid-19. Metode WFH mungkin berhasil untuk sebagian besar divisi, namun tidak dapat diadopsi oleh divisi lainnya. Divisi IT adalah contoh dimana WFH tidak berlaku. Saat WFH, Tim IT justru menjadi tombak andalan agar WFH dapat berjalan dengan lancar bagi divisi lainnya.

WFH juga tidak dapat diadopsi oleh perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan masyarakat seperti para petugas medis, petugas yang bertanggung jawab pada ketahanan dan keamanan negara, petugas transportasi umum maupun perusahaan yang bergerak pada bidang industri makanan/minuman.

2. Mengurangi Jumlah Jam Kerja (Compressed WorkWeek) 

Bagi Perusahaan atau divisi yang terpaksa harus tetap datang ke kantor, kebijakan mengurangi jumlah jam kerja adalah salah satu yang dapat diambil oleh perusahaan dalam rangka tetap melindungi karyawannya terhindar dari interaksi sosial yang terlalu lama. 

Pengurangan jumlah jam kerja menjadi kurang dari 7-8 jam/hari atau 40 jam/minggu bagi tiap pekerja dapat diselaraskan dengan metode penggunaan/penambahan jumlah shift pekerja agar target perusahaan tetap dapat tercapai.

Beberapa Perusahaan di negara lainnya seperti Jepang dan Selandia Baru bahkan telah mengadopsi cara kerja 4 hari dalam seminggu dengan jumlah jam kerja tetap 8 jam/hari. Mereka telah membuktikan produktivitas pekerja meningkat 40%, disebabkan pekerja lebih banyak mempunyai waktu untuk bersantai, stres akibat perjalanan berkurang dan lebih merasa bahagia.

3. Fleksibilitas Waktu Kerja (Flex Time)

Pemilihan waktu kerja yang fleksibel memungkin pekerja secara bebas memilih kapan mereka akan memulai dan mengakhiri pekerjaannya sesuai dengan kebutuhannya asalkan tetap memenuhi durasi jam kerja standar 7-8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Pada kondisi konvensional, monitoring fleksibiltas waktu kerja mengandalkan absensi jam kedatangan dan kepulangan dari kantor.

Fleksibilitas terhadap waktu kerja memberikan keuntungan bagi para pekerja mengatur waktunya mengerjakan hal-hal pribadi dan tetap fokus pada tanggung jawab pekerjaan. Bagi Perusahaan, Flex Time dapat mengurangi tingkat keseringan karyawan dalam mengajukan ijin tidak bekerja.

Di masa social distancing, metode Work From Home juga dapat diselaraskan dengan Flex Time. Penggunaan absensi digital yang dapat diakses kapan saja dan dimana saja menjadi tantangan tersendiri terhadap metode Flex Time. Pada kondisi seperti ini tanggung jawab karyawan terhadap pekerjaan menjadi hal yang wajib dilakukan. Koordinasi dan laporan harian melalui media elektronik menjadi salah satu solusi terhadap penilaian kinerja karyawan.

4. Job Sharing 

Metode Job Sharing yaitu pengaturan jenis pekerjaan yang sama dibagi dengan pekerja yang lain atau satu jenis pekerjaan dikerjakan oleh lebih dari satu pekerja secara bergantian. Misalkan pekerja A bekerja di pagi hari dan pekerja B bekerja di sore hari. Metode ini juga selaras dengan shifting. 

Job Sharing memungkinkan Perusahaan untuk tetap mencapai target tanpa terkendala dengan keterbatasan jam kerja karyawan. Dalam hal ini karyawan di untungkan dengan berbagi beban pekerjaan dan tetap fokus pada tanggung jawabnya sesuai kapasitas.

Untuk kondisi saat ini, untuk jenis pekerjaan yang mengharuskan pekerjanya untuk berada di kantor, job sharing dapat menjadi salah satu alternatif dengan tujuan berbagi tugas dan mengurangi waktu interaksi sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun