Sinopsis:
Sosok Petruk adalah gambaran masyarakat kebanyakan yang hidup apa adanya sesuai dengan kodratnya sebagai rakyat biasa.
Petruk yang rakyat biasa (bukan golongan bangsawan) suatu ketika mendapat wahyu keprabon karena dititipi Jamus Kalimasodo, pusaka yang dimiliki oleh Prabu Puntodewa (alias Yudistira), pemimpin para Pendawa.
Petruk pun memiliki kesaktian yang luar biasa, sehingga Adipati Karna yang berhasrat memilikinya pun dapat dikalahkannya.
Dengan jamus kalimosodo itu semua negara ditaklukkannya. Petruk merebut Negara Ngrancang Kencana Loji Tengara, dan mengangkat dirinya menjadi raja yang bergelar Prabu Wel Geduwel Beh. Sedangkan raja yang asli menjadi bawahannya.
Perilaku Petruk berubah drastis, dari semula rendah hati dan sederhana menjadi sombong dan sewenang-wenang (Adigang Adigung Adiguna.)
Ulah Petruk yang sudah melampaui batas membuat dewa di khayangan murka. Akhirnya para Dewa turun tangan untuk menghentikan sepak terjang Prabu Wel Geduwel Beh dan mengembalikan Petruk sebagai rakyat biasa.
Kisah Petruk Dadi Ratu menjadi pengingat bahwa manusia seringkali lupa daratan dan sewenang-wenang ketika berkuasa.
Kisah Singkat :
Dewi Mustakaweni, putri dari negara Imantaka, berhasil mencuri pusaka Jamus Kalimasada dengan jalan menyamar sebagai kerabat Pandawa (Gatutkaca), sehingga dengan mudah ia dapat membawa lari pusaka tersebut.
Mengetahui hal itu Bambang Irawan dan Bambang Priyambodo (anak Arjuna), dengan disertai Petruk berusaha merebut jimat tersebut dari tangan Mustakaweni. Akhirnya jimat tersebut berhasil direbut dan dititipkan kepada Petruk.
Kalimasada kemudian menjadi rebutan Antara negeri Imanta dan negeri Amarta. Adipati Karna yang juga berhasrat memiliki jimat tersebut menusuk Petruk dengan keris pusaka yang ampuh yaitu Kyai Jalak, Petruk pun mati seketika.
Atas kesaktian ayahnya (Gandarwa), Petruk dihidupkan lagi. Kemudian ayahnya tersebut ingin menolong Petruk dengan berubah wujud menjadi Duryudana.
Ketika Karna bertemu Duryudana jimat kalimasada diserahkan kepadanya. Betapa terkejutnya Karna mengetahui telah diperdaya oleh Gandarwa. Tetapi jimat tersebut oleh Gandarwa telah diserahkan kembali kepada Petruk, dan dia menasehati kalau menghadapi musuh Petruk agar jimat tersebut diletakkan di atas kepalanya.
Ternyata setelah jimat tersebut diterapkan sesuai anjuran ayahnya, Petruk menjadi sangat sakti tidak mempan senjata apapun. Karna pun yang ingin merebut kembali jimat Kalimasada dapat dikalahkannya.
Tak terasa akhirnya Petruk terpisah dengan tuannya Bambang Irawan. Petrukpun mengembara, semua negara ditaklukkannya termasuk negara Ngrancang Kencana Loji Tengara. Petruk menjadi raja disana dan bergelar Prabu Welgeduwelbeh. Sedangkan raja yang asli menjadi bawahannya.
Ketika akan mewisuda dirinya, semua raja negara bawahan yang ditaklukkannya hadir termasuk Astina. Yang tidak hadir adalah Pandawa, Dwarawati, dan Mandura.
Setelah Pandawa dan Mandura dikalahkan, akhirnya Prabu Welgeduwelbeh menjadi penguasa di jagad raya pewayangan. Petruk yang dulunya sebagai abdi para satriya Pandawa termasuk Prabu Kresna, raja Dwarawati kini keadaan menjadi berbalik, Prabu Kresna dan Pandawa jadi anak buahnya.
Prabu Welgeduwelbeh bertindak sewenang-wenang dan berperilaku semaunya sendiri (Adigang Adigung Adiguna.) Melihat kenyataan yang sudah sangat keterlaluan itu, akhirnya Raja Dwarawati (Prabu Kresna) menyerahkan hal ini kepada Semar, penasehat bagi para raja Pandawa.
Semar sesungguhnya memiliki kesaktian yang tinggi, ia adalah putra dari Sang Hyang Tunggal bernama Bambang Iswaya, dan mengubah nama menjadi Semar Bradanaya ketika diturunkan ke bumi.
Semar mengutus Gareng dan Bagong untuk mengatasi Prabu Welgeduwelbeh. Terjadilah peperangan yang sangat seru antara Prabu Welgeduwelbeh dengan Gareng dan Bagong. Perangan tidak segera berakhir karena belum ada yang menang dan belum ada yang kalah, sampai ketiganya berkeringat.
Gareng dan Bagong akhirnya bisa mengenali bau keringat saudaranya Petruk dan yakin bahwa orang yang mengajak bertarung itu sesungguhnya adalah Petruk, maka mereka tidak lagi bertarung kesaktian tetapi malah diajak bercanda, berjoget bersama, dengan berbagai lagu dan tari.
Welgeduwelbeh merasa dirinya kembali ke habitatnya, lupa bahwa dia memakai pakaian kerajaan. Setelah ingat, ia segera lari meninggalkan Gareng dan Bagong.
Welgeduwelbeh dikejar oleh Gareng dan Bagong. Setelah tertangkap, sang prabu dipeluk dan digelitik oleh Bagong sampai Petruk kembali ke wujud aslinya.
Setelah terbuka semua, Petruk ditanya oleh Kresna mengapa ia bertindak seperti itu. Ia beralasan bahwa tindakan itu untuk mengingatkan tuannya bahwa segala perilaku harus diperhitungkan terlebih dahulu.
Contohnya saat membangun candi Sapta Arga, kerajaan ditinggal kosong sehingga kehilangan jimat Kalimasada. Bambang Irawan jangan mudah percaya kepada siapa saja. Kalau diberi tugas dikerjakan sampai tuntas, jangan dititipkan kepada siapapun. Setelah menjadi raja jangan sombong dan meremehkan rakyat kecil, karena rakyat kecil kalau sudah marah/ memberontak pimpinan bisa berantakan.
Dengan cara inilah Petruk ingin menyadarkan tuannya, karena kalau secara terang-terangan pasti tidak dipercaya bahkan mungkin dimarahi.
Bagaimanapun Petruk merasa bersalah, kemudian ia minta maaf. Dia mengembalikan Pusaka Jamus Kalimasada kepada Prabu Puntadewa. Pandawapun akhirnya memaafkan Petruk dan dengan senang hati menerima kembali Petruk.
Semar pun mendekat dan berujar pelan, “Ngger, Petruk anakku!” suaranya serak dan berat seperti biasanya, “Jangan kau kira aku tidak mengenalimu, Ngger!”
“Apa yang kau inginkan Thole? Apakah kau merasa hina menjadi kawula alit? Apakah kau merasa lebih mulia menjadi raja?” Semar melanjutkan nasehatnya, “Sadarlah Ngger, jadilah dirimu sendiri.”
Itulah adegan akhir lakon wayang “Petruk dadi ratu.” Sebagai bapak, Semar harus turun tangan menyadarkan putranya yang tak mampu ngemban wahyu keprabon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H