Welgeduwelbeh merasa dirinya kembali ke habitatnya, lupa bahwa dia memakai pakaian kerajaan. Setelah ingat, ia segera lari meninggalkan Gareng dan Bagong.
Welgeduwelbeh dikejar oleh Gareng dan Bagong. Setelah tertangkap, sang prabu dipeluk dan digelitik oleh Bagong sampai Petruk kembali ke wujud aslinya.
Setelah terbuka semua, Petruk ditanya oleh Kresna mengapa ia bertindak seperti itu. Ia beralasan bahwa tindakan itu untuk mengingatkan tuannya bahwa segala perilaku harus diperhitungkan terlebih dahulu.
Contohnya saat membangun candi Sapta Arga, kerajaan ditinggal kosong sehingga kehilangan jimat Kalimasada. Bambang Irawan jangan mudah percaya kepada siapa saja. Kalau diberi tugas dikerjakan sampai tuntas, jangan dititipkan kepada siapapun. Setelah menjadi raja jangan sombong dan meremehkan rakyat kecil, karena rakyat kecil kalau sudah marah/ memberontak pimpinan bisa berantakan.
Dengan cara inilah Petruk ingin menyadarkan tuannya, karena kalau secara terang-terangan pasti tidak dipercaya bahkan mungkin dimarahi.
Bagaimanapun Petruk merasa bersalah, kemudian ia minta maaf. Dia mengembalikan Pusaka Jamus Kalimasada kepada Prabu Puntadewa. Pandawapun akhirnya memaafkan Petruk dan dengan senang hati menerima kembali Petruk.
Semar pun mendekat dan berujar pelan, “Ngger, Petruk anakku!” suaranya serak dan berat seperti biasanya, “Jangan kau kira aku tidak mengenalimu, Ngger!”
“Apa yang kau inginkan Thole? Apakah kau merasa hina menjadi kawula alit? Apakah kau merasa lebih mulia menjadi raja?” Semar melanjutkan nasehatnya, “Sadarlah Ngger, jadilah dirimu sendiri.”
Itulah adegan akhir lakon wayang “Petruk dadi ratu.” Sebagai bapak, Semar harus turun tangan menyadarkan putranya yang tak mampu ngemban wahyu keprabon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H