"Dagelan jagat" merupakan pitutur jawa yang terkesan lemah, karena kontennya memang menghimbau agar manusia tidak terpedaya oleh harta dan kedudukan, dan menjalani hidup dengan penuh keikhlasan serta senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan YMK. Pitutur itu dimaksudkan sebagai nasehat untuk tidak terpedaya oleh keserakahan dan ketidak adilan yang sedang melanda sebagian manusia.
Dalam khasanah agama Islam, pitutur ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 185: “Wamaa Alhayawaa Tuddun-Yaa Illa Mataa’ul Ghuruur ” artinya ”Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
Nabi Muhammad juga pernah bersabda, “Akan datang pada umatku suatu masa, dimana mereka mencintai lima perkara dan melupakan lima perkara. (1) Mereka mencintai dunia dan melupakan akhirat. (2) Mereka mencintai kehidupan dan melupakan kematian. (3) Mereka mencintai gedung-gedung dan melupakan kubur. (4) Mereka mencintai harta benda dan melupakan hisab (perhitungan di hari kiamat). (5) Mereka mencintai mahluk dan melupakan penciptanya.” (Hadits Riwayat Ibnu Hajar)
Pada beberapa pitutur lain yang menjadi falsafah hidup bagi orang jawa, yang sering diutarakan oleh para dalang wayang kulit bahwa para leluhur juga menasehati untuk hidup kerja keras agar sukses namun harus bijak dan menjadi manfaat bagi orang lain. Salah satu pitutur tersebut adalah "Dadiya" yang artinya "menjadilah"
Dadiya gedhe sing ora ngebot-boti (jadilah besar yang tidak membebani).
Dadiya santosa sing ora gawe wedi (jadilah perkasa yang tidak menakutkan).
Dadiya lancip sing ora nglarani (jadilah runcing yang tidak menyakiti).
Dadiya landhep sing ora natoni (jadilah tajam yang tidak melukai).
Dadiya sugih sing ora gawe rugi (jadilah kaya yang tidak merugikan).
Dadiya pinunjul sing ora gawe meri (jadilah unggul namun tidak menimbulkan iri hati).
Dadiya padhang sing ora mblerengi (jadilah terang namun tidak mengaburkan).
Dadiya sumunar sing ora nyulapi (jadilah bersinar namun tidak menyilaukan).
Dadiya talanging banyu rahmating Gusti Allah kanggo sasamaning titah
(Jadilah talang air bagi rahmat Tuhan untuk sesama hambaNya)
Baca juga: Petruk Dadi Ratu
Falsafah jawa lain yang begitu masyhur, terutama setelah diungkapkan oleh Presiden Suharto dan menjadi nasehat kehidupan (pitutur) adalah 3 "Ojo" (jangan), yaitu : "Ojo gumunan, Ojo kagetan, lan Ojo dumeh."
Pepatah jawa tersebut mempunyai makna harfiah yang artinya: Jangan mudah kagum, jangan mudah terkejut, dan jangan bersikap mentang-mentang.
Falsafah jawa lain yang sangat masyhur adalah, "Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara." Yang artinya: "Menebar kebaikan untuk kemakmuran dunia, serta memberantas kemungkaran." Maknanya, dalam kehidupan dunia manusia harus menebarkan kemakmuran (kedamaian dan kesejahteraan) bagi alam semesta; serta memberantas sifat angkara murka, keserakahan dan ketamakan.