Ruh atau jiwa tidak akan bisa hancur seperti jasmani. Ia akan tetap utuh sampai kapanpun. Lantas kemana kembalinya ruh apabila seseorang telah meninggal dunia? Â Ilmu Jawa Kuno mempercayai bahwa bila manusia telah meninggalkan kehidupan dunia maka ruhnya akan kembali lagi kepada Sang Hyang Widhi, yaitu Tuhan YME.
Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman: "Wahai jiwa yang tenang.Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang ridha dan di-ridhai-Nya.Kemudian masuklah ke dalam (golongan) hamba-hamba-Ku,Dan masuklah ke dalam surga-Ku"Â (QS. Al-Fajr: 27-30)
Ruh dan jiwa memang sejatinya hanya milik Allah semata dan Dia-lah yang menjaganya. Hal ini bisa kita lihat pada kondisi tertidur. Dalam tidur jiwa kita pergi mengembara meninggalkan jasad, sementara ruh tetap tinggal bersama jasad untuk menghidupinya. Kemudian jiwa kembali lagi saat kita terbangun.
Jiwa bisa menjadi kuat dan sehat jika dilatih dan dirawat dengan baik, namun ia juga bisa menjadi rusak, sakit dan lemah jika tidak dirawat dengan baik. Â Jiwa bisa mencapai derajat yang tinggi dan mulia, bisa juga jatuh kederajat yang amat hina, lemah tidak berdaya.
Sepuluh Filosofi Kejawen
Dalam ajaran ilmu falsafah tradisional Jawa kuno, falsafah Sangkan Paraning Dumadi  disertai dengan falsafah hidup lainnya, antara lain :
1.  Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara (Menebar kebaikan untuk kemakmuran dunia, memberantas kemungkaran).  Maknanya, dalam kehidupan dunia manusia harus menebarkan kemakmuran (kedamaian dan kesejahteraan) bagi alam semesta; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak.  Dalam agama Islam, dikenal dengan "Rahmatan lil alamin" dan "Amar makruf nahi munkar".
2. Urip iku urup (hidup itu menyala).  Maksudnya adalah hidup itu haruslah menjadi penerang  bagaikan lentera. Maknanya dalam hidup orang hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik. Dalam agama Islam, Rasulullah bersabda, khairunnas anfa'uhum linnas , "manusia yang paling baik ialah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.
3.  Ajining raga saka busana, Ajining diri saka lathi lan budi  (Kehormatan raga berasal dari busana, Kehormatan diri berasal dari lisan dan prilaku).  Maknanya, kehormatan luar seseorang bisa dilihat dari cara berpakaiannya. Sedangkan kehormatan diri (akhlak) dilihat dari cara berkomunikasi dan moral prilakunya.  Dalam agama Islam, Rasulullah bersabda, "Hiyaa Rukum 'Akhaa Sinukum Akhlaaq", Sebaik-baik orang diantara kalian ialah orang yg baik akhlaknya. (HR. Bukhari & Muslim).
4.  Ngunduh wohing pakarti (Menuai hasil dari perbuatan).  Bahwa setiap perbuatan (baik atau buruk) pasti akan mendapat balasan.  Maknanya semua orang akan mendapatkan kebaikan atau keburukan akibat dari segala perilakunya sendiri. Jadi kita harus ingat untuk berhati-hati dalam bersikap dan bertindak.  Allah SWT berfirman: "Faman ya'mal mitsqaala dzarratin khairan yarah - Wa man Ya'mal mitsqaala dzarratin syarran yarah"  artinya barangsiapa yang mengerjakan kebaikan atau keburukan, meski sebesar zahrah (debu/atom) niscaya akan memperoleh balasan (QS. Al-Zalzalah: 7-8)
5. Â Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Landhep tanpa natoni. Â (Menyerbu tanpa pasukan, Menang tanpa merendahkan, dan Tajam tapi tak melukai). Maknanya, dalam menghadapi lawan, manusia yang baik adalah yang mampu mengalahkan dengan cara luhur penuh kebajikan. Â Mereka mampu melawan tanpa membawa massa atau pasukan (sendirian). Dan mampu memenangkan perang tanpa merendahkan atau mempermalukan lawan, bahkan lawanpun merasa tak terluka.