Aku menoleh padanya dan menampilkan senyumanku.
Kami terus berlatih dengan harapan dapat mengisi tempat kosong dalam grup wanita yang akan debut akhir tahun.
Mengabaikan jam makan, aku patut bersyukur Yuan adalah rekan yang baik dan perhatian karena saat ini.. ia bahkan membawakanku sekotak nasi beserta lauknya dan juga segelas air.
"Berhenti berlatih, kau juga perlu mengisi energi Roa," setelah meletakkan apa yang dibawanya, Yuan menghampiriku dan menarikku untuk duduk bersamanya.
"Makan, kesehatan yang paling penting jika ingin menggapai semua mimpi," dia bahkan mulai mengomel.
Dengan patuh aku menuruti perkataannya. Dia benar, aku juga butuh makan.
Setelah kami beristirahat sejenak, Yuan menarikku. Kami bersama-sama menatap cermin besar ruang latihan.
"Sejujurnya, aku cukup bingung kenapa pelatih selalu tidak puas dengan tarianmu. Tapi sekarang, aku mengerti," Yuan berbicara sembari menganggukkan kepalanya.
Aku masih terdiam sembari menatapnya, penasaran akan lanjutan kalimatnya.
"Tatapan matamu mengambil alih seluruh atensi penonton, dan gerakanmu sangat kuat hingga dapat menutupi yang lainnya, itu bagus...tapi," Yuan kini menatapku melalui pantulan cermin.
"Itu tidak cukup bagus karena kita akan debut dalam grup, dimana disana ada banyak orang dalam satu panggung dan mengharuskan penampilan kita semua saling melengkapi," kini, Yuan telah berbalik kepadaku. Menatap mataku dalam lalu menghembuskan nafasnya pelan.