Mohon tunggu...
Rinda Gusvita
Rinda Gusvita Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Institut Teknologi Sumatera

MSc on Agro-industry Technology. Saya philantropist yang senang membaca, jalan-jalan, berjuang untuk eco-friendly lifestyle, memetik pelajaran dari mana pun kemudian membagi-bagikannya. Bisa kontak saya di rindavita@gmail.com atau keep in touch lewat akun media sosial dan www.rindagusvita.com. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

CSMJ: Memantaskan Diri Bertemu Jodoh Idaman

28 Maret 2015   15:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:52 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ine banyak memberikan contoh kasus nyata terkait pernikahan. Hal ini memudahkan pembaca untuk memahami maksud dan pemikiran si penulis. Misalnya saja pada Bab Mencari Jodoh Seperti Mencari Rumah (hal. 14). Ine menganalogikan kesulitannya dalam mencari rumah kontrakan bagi keluarga kecilnya dengan pencarian pasangan. Ketika sudah ada kriteria rumah yang pas, ternyata harganya tidak sesuai di kantong. Ada pula kisah orang yang sudah mempersiapkan segala-galanya menjelang pernikahan, ternyata harus kandas di tengah jalan. Analogi ini membuat pembaca mengangguk-angguk dan membenarkan pemikiran si penulis. Artinya, penulis telah berhasil menyampaikan dua hal sekaligus. Ilmu tentang pernikahan dan tip mencari rumah untuk ditinggali. Karena memang, memilih pasangan nyatanya adalah memilih ‘rumah’ dimana kita selalu nyaman, rindu dan ingin kembali.

14275327851806798876
14275327851806798876
Selain memberikan contoh-contoh konkret, penulis juga membiarkan pembaca berpikir sendiri penilaian terhadap dirinya. Seperti pada Bab Modal Pria: Mental Penjemput Rezeki. Di sana diberikan beberapa isian dan pertanyaan (Hal. 62-66). Jadi bentuknya seperti kuis (biasanya tentang psikologi) di majalah-majalah. Hanya saja dalam buku ini penulis tidak menyediakan skor untuk setiap pilihan yang diambil oleh pembaca. Penulis tidak memberikan justifikasi terhadap pembaca, tapi memberikan simpulan di belakangnya. Penulis hanya menyimpulkan bahwa mental penjemput rezeki yang ‘nikahin-able’ seharusnya seperti ‘ini’.

Untuk memahami isi buku ini dipermudah dengan ketersediaan diagram alir (hal. 31) dan tabel (hal. 43; 47). Hal ini membuat pembaca lebih mudah memahami tahapan proses dalam menikah. Kelebihan lainnya adalah penulis tahu hal-hal mana saja yang penting untuk ditegaskan kepada pembaca. Dengan adanya beberapa catatan yang dibuat menonjol dan berbeda tentu akan mendapatkan perhatian lebih dari si pembaca. Hal ini selain memudahkan, juga tidak membuat pembaca bosan. Jenis huruf yang berbeda-beda dalam buku ini juga terkesan unik, menarik, dan tidak serius. Sehingga pembaca enjoy dan merasa ‘loh-kok-udah-selesai’ begitu sampai di halaman akhir.

1427532837187340228
1427532837187340228
Rasanya 109 halaman untuk sebuah buku yang mengulas tentang pernikahan memang terlalu singkat. Pun dengan contoh-contoh kasus yang memang sering terjadi di masyarakat. Namun ada baiknya jika buku ini tidak terlalu to good to be true, menurut pendapat saya. Katanya menikah itu mudah. Toh nanti ada rejekinya. Toh setelah menikah rejeki semakin bertambah. Hal ini benar adanya karena memang terjadi kepada penulis. Tapi ada baiknya dijelaskan juga jatuh-bangunnya seperti apa. Darimana bisa tiba-tiba dapat uang untuk biaya pernikahan tanpa berhutang (hal. 105). Bagaimana jika tidak cukup hanya tujuh juta? Lalu bagaimana jika kasusnya adalah orangtua yang tak ingin hanya sekedar akad nikah? Bagaimana cara mengomunikasikannya dengan keluarga?

Kenyataannya biaya dan tagihan-tagihan setelah pernikahan itu tidak sedikit. Biaya kontrakan atau cicilan rumah, biaya kesehatan, pemeriksaan kesehatan sebelum hamil, hingga persiapan melahirkan. Khawatirnya, ada pembaca yang salah kaprah dan berkeyakinan bahwa rejeki setelah pernikahan itu pasti dipermudah. Hal ini menyebabkan tidak sedikitnya pasangan yang masih menggantungkan hidup kepada orangtua. Kurangnya pemahaman kesehatan dan ketidakmampuan ekonomi alih-alih menghadirkan kebahagiaan, justru membawa petaka.

Ada baiknya hal-hal tersebut dijelaskan pada buku selanjutnya. Ine mempunyai gaya bahasa yang asyik dalam bercerita. Meski beberapa kalimat terlalu panjang. Saya yakin walau penulis menyampaikan tip dan ‘teknik’ menghadapi hidup dengan materi yang sedikit berbobot tidak akan terkesan sebagai bacaan yang berat. So, saya menunggu buku selanjutnya yang easy-to-read juga.  Secara keseluruhan, buku ini layak dibaca semua kalangan dan diaplikasikan dalam kehidupan. Cocok sebagai teman dalam memantaskan dan memperbaiki kualitas diri dalam meraih cinta sejati.

Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Resensi Buku Catatan Sang Mantan Jomblo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun