Ini bukan masalah penduduk Jakarta saja, ini masalah kita bersama!
Kalau kita lihat data dari BPS, tingkat pengangguran Indonesia pada tahun 2019 itu mencapai sekitar 6,8 juta orang. Lalu pada pandemi tahun 2020, jumlah pengangguran mengalami puncaknya, yaitu sampai 9,7 juta penduduk.Â
Pada tahun 2023, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,8 juta, yang meskipun menurun dari masa pasca-pandemi, tetap lebih tinggi daripada tahun-tahun sebelumnya. Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan hanya ada sekitar 2,7 juta lapangan pekerjaan tersedia pada tahun tersebut. Ini mencerminkan ketidakseimbangan antara jumlah pelamar kerja dan lowongan pekerjaan, dengan 8 juta pelamar harus bersaing untuk 3 juta lapangan pekerjaan. Persaingan semakin sengit dengan pertimbangan kualifikasi, pengalaman, dan skill, serta batasan usia yang diterapkan oleh beberapa perusahaan.
Kritik muncul terutama terkait usia maksimal pelamar kerja yang hanya sampai 25 tahun, menyulitkan mereka di atas usia tersebut. Situasi ini diperumit dengan bonus demografi yang menghasilkan pekerja baru setiap tahunnya, sementara banyak perusahaan tutup atau melakukan PHK massal pasca-pandemi. Hal ini memperbesar jumlah pengangguran yang harus bersaing ketat, terutama di sektor formal. Banyak pekerja berpengalaman di industri tertentu kesulitan mendapatkan pekerjaan baru setelah PHK massal, sementara lulusan baru dari universitas setiap tahunnya juga menambah persaingan.
Banyak lowongan kerja tidak tercakup dalam data formal, seperti pekerjaan tukang parkir, driver ojek online, sehingga sebenarnya ada banyak lowongan kerja namun tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki banyak orang. Situation ini menyebabkan kesulitan dalam mencari pekerjaan, terutama di tengah bonus demografi dan dampak ekonomi pasca-pandemi.
Kritik yang ingin saya sampaikan adalah tentang sistem pendidikan kita yang masih mengajarkan kurikulum yang ketinggalan zaman dan kurangnya pemahaman akan kebutuhan industri menyebabkan kesenjangan antara kualifikasi yang dimiliki oleh lulusan dengan tuntutan pasar kerja.
Hal ini tercermin dari tingginya tingkat pengangguran di Indonesia, yang meskipun mengalami sedikit penurunan setelah puncak pandemi COVID-19, namun masih cukup tinggi. Terlebih lagi, perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) menuntut para pekerja untuk memiliki keterampilan yang relevan dan adaptif.
Dalam situasi ini, penting bagi para pencari kerja untuk terus mengembangkan keterampilan mereka supaya dimana pun atau kemana pun melakukan urbanisasi tidak dengan 'tangan kosong'.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H