Selain itu, sejak jalan tol terhubung dari Jakarta ke Jawa Timur, omset bisnis teman saya yang awalnya 70 ton/hr melonjak menjadi 120 ton/hr. Pendapatan dari sekitar 5 juta juga naik hingga 4 kali lipat, bahkan lebih.Â
Contoh lainnya, kereta cepat antara Bandung dan Jakarta juga memberikan harapan baru, di mana perjalanan yang dulunya memakan waktu bisa menjadi hanya 1 jam saja. Stasiun kereta cepat Jakarta Bandung, Whoosh ini dibangun di kawasan Kabupaten Bandung yang diharapkan properti di sekitaran wilayah ini bakal semakin bergeliat
Ini menandakan sebuah loncatan besar dalam infrastruktur transportasi yang akan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih terkoneksi dan maju.
Malah menurut data, saat ini banyak orang pindah ke pinggiran Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang, atau Bekasi (Bodetabek) menjadi tujuan utama migrasi orang-orang yang meninggalkan Jakarta. Peluang ekonomi di wilayah tersebut lebih banyak daripada di Jakarta, dan pertumbuhannya lebih cepat.
Selain itu, pemerintah sedang membangun ibu kota negara baru di Kalimantan yang diharapkan akan menggairahkan ekonomi daerah sekitarnya. Dengan semua alasan ini, wajar jika data BPS menunjukkan bahwa ada lebih banyak orang yang meninggalkan Jakarta daripada yang datang.
Menurut saya, ini adalah salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan penduduk dan tenaga kerja yang selalu terpusat di Jakarta.Â
Baik IKN dan Botabek sudah selayaknya memiliki 'spesifikasi' yang sama dengan Jakarta.Â
Pertanyaannya, sudah sejauh mana IKN dan Bodetabek menjadi tempat yang nyaman dan mampu mensejahterakan rakyat?Â
Untuk mengatasi masalah urbanisasi dan mengoptimalkan potensi IKN dan Bodetabek, pendekatan yang holistik dari pemerintah dan individu sangat diperlukan. Salah satunya, mengatasi masalah pendidikan dan keterampilan tenaga kerja harus diatasi.
Jangan 'Nekat' Urbanisasi dengan Tangan Kosong
Ini adalah inti dari tulisan ini. Penurunan urbanisasi di Jakarta dan peningkatan jumlah penduduk ke Bodetabek serta perpindahan ibu kota ke IKN saya belum dapat dikatakan sebagai angin segar.Â
Ambil contoh, berdasarkan data Dukcapil DKI Jakarta tahun 2024, sebagian besar pendatang yang tiba di Jakarta memiliki pendidikan SMA ke bawah (84,06%) dan berpenghasilan rendah (62,32%). Ini menunjukkan bahwa banyak dari mereka tidak memiliki keterampilan atau kualifikasi yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja yang semakin kompetitif.