Mohon tunggu...
Ririn Fitri Astuti
Ririn Fitri Astuti Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer di koranmandala.com || Learning by Anything || Dummy Transkip Wawancara

Hi! Perkenalkan nama saya Ririn Fitri Astuti. Saat ini saya bekerja di sebuah perusahaan media online Koran Mandala yang dimiliki oleh Mantan Hakim Agung, Prof. Krisna Harahap. Saya adalah lulusan jurusan Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu Universitas di Bandung. Sehari-hari pekerjaan saya menulis artikel/berita dari berbagai topik dan niche. Hobi saya berkebun, illustrator pemula dan sedang melatih stamina menggunakan pedang. Mari saling terhubung dan menjalin relasi yang lebih luas. Salam :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Resensi Novel "Perempuan di Titik Nol"

6 Oktober 2017   14:55 Diperbarui: 31 Maret 2022   22:38 9533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari ada seorang Germo yang meminta Firdaus menikahinya. Dengan berat hati ia menyetujuinya. Karena Firdaus merasa tidak menyukai keadaannya saat itu, ia memutuskan kabur. Namun Germo itu sudah ada diambang pintu. Percecokan pun terjadi, mereka saling beradu mulut. Karena rasa geram dan rasa tidak suka terhadap lelaki itu, percecoka terjadi. Merasa terancam lelaki germo mengambil pisau yang ada di dalam sakunya, tetapi Firdaus dengan cepat menangkis dan menancapkan ke leher, dada dan perut si Germo. Lalu Firdaus kabur. Polisi menagkap dan memutuskan Fidaus akan dieksekusi gantung. Sebenarnya Firdaus bisa bebas dengan meminta pengampunan ke Presiden namun Fidaus menolak.

Setiap manusia adalah pelacur demi memenuhi hasrat masing-masing. Begitulah jalan pikiran Firdaus, sosok wanita cerdas namun tertindas laki-laki. Fidaus, merupakan sosok perempuan yang terlahir dari ketidakadilan budaya saat itu. Dimana laki-laki berkuasa atas segalanya.

Kelebihan buku

  • Dapat dibaca dalam waktu singkat
  • Novel yang diangkat dari kisah nyata, membuat sebuah keintiman antara emosi tokoh dengan pembaca.
  • Mengajarkan pembaca untuk lebih menghargai diri sendiri

Kekurangan

  • Bahasanya sulit dimengerti.
  • Terlalu mengenarilisasi kaum pria.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun