Mohon tunggu...
Rina Nazrina
Rina Nazrina Mohon Tunggu... lainnya -

good books, good friends, good life :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Andrea Hirata: I Know Nothing about Writing

13 Oktober 2011   02:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:01 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang Andrea Hirata, yang telah menulis tujuh buah novel, dan novelnya pun telah menjadi bestseller, enam juta copy bukunya laris manis (meski bajakannya tiga kali lipat dari aslinya), dan yang karyanya telah difilmkan dan ditonton lima juta penggemar di Indonesia, rupanya mengaku tak tahu apa-apa tentang menulis.

Hal ini diungkapkannya pada salah satu sesi di acara Ubud Writers and Readers Festival 2011, di Indus Restaurant, Ubud, 9 Oktober 2011, bersama Luna Vidya sebagai moderator. Saat itu tak hanya penggemar dari Indonesia yang menunggu-nunggu sesi obrolan dengan Andrea Hirata, tapi juga banyak di antaranya adalah penggemar asing. Mereka rupanya telah membaca Laskar Pelangi (The Rainbow Troops) yang memang telah diterjemahkan ke 18 bahasa, di antaranya Inggris, Mandarin dan Korea.

Sebagaimana telah sering ia ungkapkan sebelumnya, novel Laskar Pelangi pada awalnya tidak dimaksudkan diterbitkan untuk umum. Itu adalah dedikasi Andrea kepada gurunya, Ibu Muslimah. Ia teringat bahwa sewaktu kelas 5 SD saat ia melihat Ibu Muslimah melintas naik sepeda, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk suatu hari nanti menulis tentang Ibu Muslimah, tentang perjuangannya menjadi guru di perkampungan Belitong.

Maka suatu hari lima tahun yang lalu, Andrea duduk di kamar kostnya di Bandung, dan mulai menulis. Ia menulis terus selama tiga minggu berturut-turut hingga tanpa sadar telah menghasilkan 600 halaman. Lalu ia mengirimkan karyanya itu pada salah seorang teman ‘Laskar Pelangi’-nya, dan seseorang lalu mencuri tulisannya itu dan mengirimkannya pada penerbit buku. “...And here i am now...,” kata Andrea sambil tersenyum cerah.

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang diajukan untuk Andrea dalam sesi obrolan ini serta ringkasan jawabannya.

Apakah Laskar Pelangi sebuah biografi atau sebuah fiksi?

Ketika seorang penulis melihat hal-hal yang filosofis dalam tulisannya, dengan tidak melihat industri di sebelah sana, dan tidak melihat bagaimana pembaca akan bereaksi, maka tulisan seperti itu akan menemukan identitasnya sendiri. Saya menulis sebuah fiksi dengan teknik non fiksi, dan menulis non fiksi dengan teknik fiksi. Sebenarnya Laskar Pelangi itu terinspirasi dari kehidupan nyata, karena tokoh-tokohnya nyata, seperti Ibu Muslimah yang masih tetap mengajar sampai sekarang, tapi itu adalah novel. Itu sebabnya di sampul bukunya tertulis ‘sebuah novel’.

Mengapa masih menulis, Andrea? Mengapa tidak seperti Mark Twain saja, yang menulis satu buku and that’s it, bukunya bestseller, dibaca orang seluruh dunia, lalu tidak perlu menulis lagi.

Tahun lalu, saya menulis sebuah cerpen berjudul Dry Season dan dimuat di Washington Square Review. Saat itu menjadi suatu defining moment buat saya, ketika saya menyadari mungkin ini saatnya saya menjadi full writer. Jadi, membutuhkan tujuh novel untuk saya memutuskan menjadi seorang penulis.

Maka sejak tahun lalu saya berhenti dari pekerjaan saya di perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, setelah hampir 10 tahun bekerja di sana, dan memutuskan untuk sepenuhnya berprofesi sebagai penulis.

Dan ketika seseorang memutuskan menjadi penulis, maka dia tidak berhenti menulis.

Saya menyadari bahwa menjadi penulis itu besar sekali tanggung jawabnya. Di Iowa (Andrea adalah alumni di International Writing Program, Universitas Iowa, di kota yang mendapat sebutan the city of literature itu), saya bertemu dengan Jane Smiley, dan di sana saya mengatakan bahwa i know nothing about writing. Menulis buku yang baik itu sangat sulit sebenarnya.

Apa sajakah perubahan bagi daerah Anda Belitong serta bagi pendidikan anak khususnya, setelah buku Anda terbit?

Turisme. Setelah film Laskar Pelangi tayang, industri pariwisata ke Belitong naik 800%. Dan penerbangan ke Belitong yang tadinya 1x sehari, kini menjadi 4x sehari.

Pendidikan di Indonesia banyak kemajuan. Beasiswa lebih mudah didapat, dan di daerah saya juga telah diterapkan anak tidak mampu bisa sekolah tanpa biaya.

Yang tidak berubah adalah bagaimana sumber daya alam yang begitu kaya di suatu tempat, --di berbagai tempat di Indonesia dan ini juga terjadi di luar negeri-- memberi kemajuan dan kekayaan bagi pengelolanya, tetapi penduduk asli di daerah itu justru tertinggal.

Seberapa banyak seorang Andrea memberi kepada penduduk daerah yang tertinggal itu? Apa saja yang telah dilakukan?

Orang bilang untuk mengubah negeri ini, orang harus jadi politisi. Tapi saya tidak ingin menjadi politisi. Saya tertarik dengan ide-ide seperti membangun perpustakaan dan komunitas, tapi saya merasa tidak memiliki keahlian khusus dalam community building. Saya adalah seorang novelis.

Dan rupanya ada orang-orang yang tadinya mau putus sekolah, tidak jadi putus sekolah setelah membaca Laskar Pelangi. Ada yang tadinya nggak berani menyatakan cinta, jadi berani. Dan dari pengakuan pembaca, umumnya mereka mengaku merasa dirinya lebih cantik atau jauh lebih baik setelah membaca buku saya. Jadi, bagi Anda yang mengalami krisis kepercayaan diri, bacalah Laskar Pelangi.

[caption id="attachment_141337" align="aligncenter" width="300" caption="Andrea dan Rissa"][/caption]

Siapa pengarang atau penulis yang paling menginspirasi Anda, tentunya selain Rhoma Irama?

(Para hadirin Indonesia tertawa di sini, dan Luna Vidya berusaha menerjemahkan pertanyaan tersebut kepada hadirin asing, tapi mengenai musisi dangdut Rhoma Irama, tentu mereka lost in translation).

Truman Capote. Ia memberi saya pendalaman baru mengenai bagaimana membawa penelitian sosial dan budaya ke dalam sebuah novel fiksi. (Sebagaimana kita ketahui, Truman Capote adalah pelopor jurnalisme sastrawi, yaitu penulisan laporan jurnalistik dengan teknik narasi). Truman Capote juga memberi saya pelajaran yang sangat bagus tentang bagaimana seorang penulis harus berkomitmen dengan karyanya. Dalam menulis, saya menggunakan 90% dari waktu saya untuk melakukan riset, dan 10% waktu untuk menulis.

Bagaimana Anda mempertahankan kemunculan imajinasi dan semangat dalam menulis?

Spend more time in doing research. Riset akan membawa kita pada temuan-temuan dan imajinasi yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Temuan-temuan dari riset itu yang memberi saya energi untuk terus menulis. Kita tidak bisa duduk saja dan berkhayal-khayal. Waktu saya menulis novel Padang Bulan, saya menghabiskan empat tahun untuk riset, pergi ke delapan negara, dan menyebar ratusan kuesioner.

Takutkah Anda kehilangan pesona setelah buku tetralogi? Bisa jadi penggemar Anda tidak lagi menyukai buku Anda setelah Maryamah Karpov?

Banyak orang mengeluh tentang Maryamah Karpov. Tapi justru di antara novel-novel saya, saya paling bahagia saat menulis Maryamah Karpov.

Seorang penulis tidak seharusnya diintimidasi oleh pembacanya. Jadi ketika orang-orang bertanya, mengapa Anda menulis hal yag sama? Budaya yang sama dan sebagainya? Ya, karena saya suka! Nggak masalah pembaca suka atau nggak. Because i can not control the story, the story controls me. That’s the essence of being a writer. You expressing yourself. So, sorry i can not satisfy you, Maam, i would like to satisfy my self.


Bagaimana kalau karya Anda dibuatkan tayangan televisi, untuk menyaingi tayangan-tayangan sinetron yang marak belakangan ini yang sangat tidak mendidik bagi anak-anak kita?

Lima juta penduduk Indonesia telah menonton film bioskop Laskar Pelangi. Namun jumlah penduduk Indonesia ada 230 juta, sehingga angka itu menjadi kecil.
Maka pertanyaan ini sudah kami jawab. Dua hari ini sudah shooting serial TV Laskar Pelangi, yang disutradarai oleh Guntur Soeharjanto. Dan tidak akan seperti sinetron yang stripping, serial ini hanya 15 episode. Kami yakin, 30 – 70 juta orang Indonesia menonton televisi.

Bagaimana cara membuat judul yang baik pada suatu karya?

Saya menemukan judul setelah saya selesai menulis. Jadi, tulis aja dulu, baru kita akan menemukan the soul of writing. My writing is not driven by it’s title, but the title should be driven by the soul of writing.

Pertanyaan terakhir, apakah popularitas membuat Anda menjadi orang yang lebih baik?

Membuat saya jadi semakin repot, iya kayaknya sih. Saya sudah absen datang ke acara tontonan yang paling saya sukai di Jakarta, yaitu Java Jazz Festival, beberapa tahun belakangan ini. Tapi saya sudah menemukan cara, yaitu dengan memakai masker flu burung saya... hehehe...

I don’t define my self as a celebrity, and i don’t like that image. But if your books read by millions of people, that’s the consequence. Jadi saya harus sabar, dan maklum. Karena without readers, writers are nothing.

Links:

Andrea Hirata Official Homepage

Ikal dan Max Havelaar (Ya, Aku Bakal Dibaca)

Truman Capote, Insight of a Criminal Mind

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun