Setelah beberapa lama berada di Talo. Mereka melanjutkan perjalanan menuju Langkuba. Kondisi sosial budaya masyarakat Langkuba terlihat sedikit ada kemajuan. Masyarakat dan guru yang memiliki keterikatan emosional.Â
Sangat bersemangat dalam melakukan praktik keagamaan. Sekolah dengan 25 murid. Menjadi murid persiapan untuk pembaptisan. Maka akan ditunda selama setahun, selama penundaan akan dilakukan masa percobaan, yang akan mengikuti pembaptisan, untuk menghadiri instruksi pembaptisan dengan setia.Â
Pernyataan ini diberikan oleh kepala suku dengan caranya yang khas, dan diakhiri dengan riang: "Saya katakan, jangan terburu-buru, tetapi santai saja!" Dan kalimat penutup ini diucapkan dengan anggukan dan tawa para masyarakat, yang menjawab undangan ini dengan ihi! (ya!).
Setelah dari Langkuba, penulis majalah Penningske dan beberapa misionaris berencana melanjutkan perjalanan menuju desa Pomaoe. Namun dibatalkan, melihat kondisi sosial masyarakat yang belum mumpuni. Dan kembali melanjutkan perjalanan kembali kedesa Sofang.Â
Sekolah di sofang memiliki siswa terbanyak dari semua desa. Dan jiwa terbanyak dari semua desa. Namun ada yang meresahkan dalam pikiran penulis majalah Penningske.Â
Pada saat pertemuan malam, penyelidikan pun dilakukan berdasarkan pada pengetahuan ajaran keagamaan. Baik yang belum dibaptis ataupun yang telah dibaptis. Namun yang mereka temukan adalah, sikap keagamaan masyarakat sofang yang telah dibaptis namun berperilaku layaknya belum dibaptis.Â
Masyarakat yang belum dibaptis kemudian dibaptis dan diberikan pertanyaan apakah mereka siap meninggalkan paganisme mereka dan melayani Tuhan. Yang sudah dibaptis kemudian berlutut, sedangkan yang sebelumnya baru dibaptis dikukuhkan dengan penumpangan tangan.
Setelah upacara, Pastor Kawadang, salah satu yang belum dibaptis, datang untuk menanyakan apakah dia mungkin menerima baptisan pada kunjungan berikutnya. Ya katanya. "Saya sampai sekarang pergi dengan cara saya sendiri, tetapi apakah Anda melihat bahwa saya telah memotong rambut saya?" Dulu.Â
Sampai sekarang, Pastor Kawadang memiliki rambut panjang, jadi saya pernah memberitahunya sebelumnya; "Bapa Kawadang, rambut panjang, hati panjang!" Sebuah pepatah yang telah menjadi pepatah di antara para pastor Sofang, karena menurut mereka para penentang memiliki "hati yang panjang."Â
Setelahnya, mereka mendengarkan kisah Nikodemus dan ketika di pertemuan malam. Guru Meijer mengajukan pertanyaan tentang kisah ini, Pastor Kawadang lah yang memberikan jawaban terbaik. Penulis majalah berharap bahwa mereka yang diberikan masa percobaan akan membawa perubahan besar terutama Pastor Kawadang dan para pengikutnya akan menjalani sejarah Nikodemus.
Kunjungan terakhirnya adalah Mantarara. Dengan desa terbaik yang dimiliki, gubuk-gubuk yang dulunya telah terlihat dari pantai kini tak ada lagi. Pemukiman masyarakat yang menjadi lebih kaya, dengan gedung gereja sekolah yang bagus.Â