Dari cerita seorang teman kemping di tempat ini menyeramkan. Hutan lebat yang jarang terjamah dengan binatang buas juga "makhluk lain" menambah cerita tentang pulau ini. Tidak yang kami jumpai sore itu. Beberapa tenda sudah berdiri ketika aku dan temanku sampai di Segara Anakan. Beberapa orang juga asyik mengambil foto dan bermain air. Semakin sore semakin banyak yang berdatangan untuk kemping. Satu-satunya yang menyeramkan yang kami temui di sana adalah sampah-sampah yang berserakan, kotor.
[caption id="attachment_197242" align="aligncenter" width="640" caption="Pantai Pasir Panjang (foto oleh Rina, dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_197243" align="aligncenter" width="426" caption="Panjat tebing (foto oleh Yula, dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_197244" align="aligncenter" width="640" caption="Hampir terbenam (foto oleh Yula, dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_197245" align="aligncenter" width="640" caption="Bulan malam itu (foto oleh Yula, dok. pribadi)"]
Tak hanya ingin di Segara Anakan, setelah mendirikan tenda aku dan temanku melanjutkan trekking mencari pantai lain. Pantai Pasir Panjang, begitu namanya. Pantainya mengingatkanku pada pantai-pantai di Gunung Kidul, Jogjakarta. Pasirnya putih, airnya terlihat hijau jernih, bertambah indah dengan langit biru serta awan putih di atasnya. Menjelang matahari terbenam, temanku mengajak naik ke tebing karang. Jangan ditiru karena selain tidak memakai pengaman masuk area ini memang dilarang, berbahaya begitu seperti tertulis di sebuah papan kayu.
Selesai menyaksikan matahari terbenam dari atas tebing kami pun kembali turun untuk menyiapkan makanan. Tenda depan yang membawa bekal cukup banyak tampak sedang membakar ikan segar. Aku dan temanku cukup mie instan saja ditambah satu dua potong roti dan teh panas. Malam ketika bulan mulai menampakkan dirinya kami memilih menggelar sleeping bag di depan laguna, mendengarkan musik dari telepon genggam serta celoteh anak-anak yang kemping.
Pagi, matahari terbit tak terlihat dari tempat kami kemping. Tenda-tenda sebelah sudah ramai. Beberapa anak tampak berenang di laguna. Air laut yang pasang masuk ke laguna lewat karang yang berlubang atau Karang Bolong membuat air yang tadinya surut melimpah. Selesai sarapan, kami pun tak sabar untuk berenang. Air yang jernih, terlihat hijau, dingin menyentuh kulit begitu kumasukkan kakiku. Ikan-ikan kecil juga besar terlihat jelas, berenang bebas bersama kami. Karena tak pandai berenang temanku menyarankanku untuk meniti karang saja. Sebagian tubuhku di air kecuali kepala dengan tangan berpegangan pada karang. Sakit karena karang yang tajam tak mengurangi semangatku menuju Karang Bolong. Apalagi ikan-ikan di bawah yang cantik mengiringi. Sungguh pengalaman yang luar biasa.
[caption id="attachment_197246" align="aligncenter" width="640" caption="Lompat (foto oleh Rina, dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_197247" align="aligncenter" width="640" caption="Ikan (foto oleh Rina, dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_197248" align="aligncenter" width="640" caption="Karang Bolong (foto oleh Rina, dok. pribadi)"]