"Kurang ajar bener tuh anak. Berani-beraninya menolak pemberian gue. Belagu!" gerutunya.
Di bawah pohon, Ardi kembali menyandarkan tubuhnya. Pikirannya melayang ke kelas pagi tadi. Beruntung, begitu dia biasa menyebut dirinya. Meski tidak bisa belajar di sekolah, di kolong jembatan tempat dia tinggal bersama ibu, adik juga teman-temannya yang lain, ada kakak-kakak yang hampir setiap hari datang dan mengajarinya belajar. Bukan hanya belajar membaca, menulis juga berhitung, kakak-kakak itu sering mengajak dia dan teman-temannya bermain.
Kakak-kakak yang usianya tidak jauh berbeda dengan perempuan muda tadi membangun sebuah tempat, yang meski seadanya, tak berbeda jauh dengan gubuk tripleknya, untuk digunakan sebagai tempat belajar. Studio Burung Kertas begitu mereka menamainya. Meluangkan waktu demi membagi ilmu dengan rasa kasih bukan rasa kasihan. Bahwa anak-anak seperti dia butuh diperhatikan, dibangun rasa percaya dirinya, diajak bersama-sama memandang dunia yang lebih luas dan berani bermimpi bukan hanya untuk diberi uang dan dikasihani, ya seperti itu yang Ardi inginkan.
"Ajari aku terbang, jangan kasihani aku," bisiknya sambil mengelus-elus perutnya yang kembali bersuara.
Surabaya, 8 Februari 2011
*Untuk Canting, selamat ulang tahun yang pertama semoga tidak pernah capek dan patah semangat menerbangkan burung-burung kertas. God bless you.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H