"Nih, buat kamu," katanya.
Mata Ardi melotot. Bukan karena melihat selembar kertas biru yang hampir tak pernah dipegangnya tapi karena kata-kata perempuan tadi. Mulai tersadar Ardi pun tersenyum.
"Terimakasih Kak tapi nggak perlu," tolaknya dengan halus.
Saat ini giliran perempuan muda itu yang melotot, tak percaya dengan apa yang baru didengarnya.
"Ambil aja, ini buat kamu," katanya lagi setengah memaksa.
"Saya tukang semir sepatu Kak. Kalau kakak mau sepatunya disemir mari saya semirkan."
"Aku nggak mau semir sepatu. Ini uang buat kamu. Aku kasihan lihat kamu jadi ambil aja."
Ardi lagi-lagi tersenyum. Perlahan dia menarik nafasnya. Perempuan di depannya itu masih menyodorkan uang lima puluh ribuannya.
"Terimakasih Kak tapi saya rasa saya nggak pantas dikasihani. Permisi," kata Ardi sambil menarik tubuhnya, berlalu.
"Sudah Sel, kalo nggak mau jangan dipaksa. Baru jadi tukang semir sepatu aja sudah sombong," teriak seorang perempuan dari dalam mobil.
Kecewa, lebih-lebih malu perempuan muda yang dipanggil Selly itu pun memasukkan kembali uangnya ke dalam tas.