Mohon tunggu...
Roro Asyu
Roro Asyu Mohon Tunggu... Freelancer - #IndonesiaLebihLemu

suka makan, suka nulis, suka baca, tidak suka sandal basah www.rinatrilestari.wordpress.com www.wongedansby.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ajari Aku Terbang (Kisah Bocah Penyemir Sepatu)

9 Februari 2011   03:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:46 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang bocah laki-laki tampak berjalan. Menyisiri trotoar yang padat dengan warung-warung kaki lima juga orang yang lalu-lalang, sesekali dia mengelap peluh dengan punggung tangannya. Matahari memang sudah melewati kepala tapi panasnya masih saja membakar. Kaos yang sepertinya dulu berwarna putih tampak melekat seadanya di tubuh kurusnya. Rambutnya pendek, meski tak bisa dibilang cepak, terlihat basah.

Ardi, begitu dia biasa dipanggil. Umurnya baru menginjak sebelas tahun, tepatnya dua bulan lalu. Sebuah tas, entah apa pantas disebut tas, kotak kayu dengan tali dari ban bekas melingkar di pundak kanannya.

"Semir Om," tawarnya pada beberapa laki-laki yang sedang makan di warung.

Tawaran yang mendapat gelengan kepala juga gerakan tangan mengusir sebagai jawaban. Seorang pemuda tampak menoleh ke arahnya, sebentar, kemudian kembali menikmati makanannya. Saat ini menjadi seorang penyemir sepatu semakin tidak mudah. Kadang timbul keinginan di kepalanya untuk mengemis atau mengamen saja. Keinginan yang kemudian ditepisnya jauh-jauh.

[caption id="attachment_89171" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi diambil dari google"][/caption]

Apa salah? Sering dia berpikir, toh hampir semua temannya melakukan itu, mengemis juga mengamen. Bukan tentang salah dan benar karena kerasnya kehidupan di jalanan tak mengajarinya tentang itu. Asal bisa makan untuk hari ini, syukur-syukur bisa menyimpan untuk esok hari. Dia telah memilih dan dia memilih menjadi tukang semir sepatu.

"Semir! Semir sepatunya Om!"

Kakinya semakin jauh melangkah. Melewati pasar yang ramai dia terus menawarkan jasanya. Sejak berangkat menyemir belum satu pun orang yang mau menggunakan jasanya hari ini. Kakinya yang bertelanjang tanpa alas mulai terasa panas. Melihat sekeliling batinnya seolah berkata, disini terlalu ramai. Maka diayunkan langkahnya kembali menyusuri trotoar.

"Disini saja, siapa tahu nanti ada yang mau menyemirkan sepatunya," bisiknya lirih.

Ardi meletakkan pantatnya begitu saja dia atas trotoar. Diletakkan kotak peralatan menyemirnya di sampingnya. Tangannya mengibas-ngibaskan kaosnya yang basah oleh keringat, mencoba mengusir gerah. Pohon besar di sebelahnya melindunginya dari sengatan matahari. Pilihan yang tepat untuk sejenak melepaskan rasa capek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun