"Sialan!" makinya dalam hati.
[caption id="attachment_88204" align="alignleft" width="300" caption="diambil dari google"]
Surat itu masih dipegangnya. Dia ingat betul ketika dia masih duduk di bangku esde, Pak Pur, tukang pos, sering sekali datang ke rumahnya. Selly yang kala itu masih berlangganan majalah anak-anak sering mendapat kiriman surat dari teman yang dia kenal lewat salah satu rubrik di majalah langganannya itu. Tapi itu dulu, sudah lama Selly tak lagi menerima kiriman surat dari sahabat-sahabat penanya, dia sendiri juga sudah tidak pernah mengirimkan surat lagi. Dan surat yang baru dia terima itu adalah surat dari Rendi. Meski dia tahu Rendi sering melakukan hal-hal gila tapi Selly tak menyangka bahwa cowok itu akan mengiriminya sebuah surat. Tak begitu banyak yang dia tulis, tentang kenangan ketika awal mereka bertemu, pertemuan yang menurut Selly adalah sebuah tragedi yang memalukan. Surat yang menandai setahun mereka bertemu, setahun mereka mengenal.
Cowok itu, Rendi, entah bagaimana menggambarkannya. Pertemuan pertama yang kemudian diikuti pertemuan kedua, ketiga dan seterusnya. Pertemuan-pertemuan tak sengaja, sebuah kebetulan yang membuat Selly kesal karena menahan malu. Pertemuan-pertemuan yang akhirnya membuat mereka dekat. Lamunan Selly kembali melayang ke sebuah masa, ke pertemuan keduanya dengan Rendi.
Selly baru mau mandi ketika menyadari kalau sedang mendapat tamu bulanannya. Terburu-buru, karena di rumah sedang kehabisan pembalut, Selly pun berlari ke minimarket yang tak terlalu jauh dari rumahnya itu, hanya di depan blok. Begitu masuk dia langsung menuju ke tempat yang dia cari. Sebungkus pembalut diambilnya dari rak.
"Wah ketemu lagi. Kakak yang penyanyi itu kan?"
Seorang cowok sudah berdiri di samping Selly sambil melempar senyum.
"Lagi belanja ya Kak?" tanyanya lagi.
Selly yang kaget sekaligus malu, takut kalau barang yang dia pegang ketahuan hanya mampu tersenyum kecut. Tanpa ada keinginan menjawab, Selly langsung berbalik arah, ingin secepatnya pergi.
"Kakak ini pasti suka kebersihan ya? Bawa serbet kemana-mana," kata cowok itu yang langsung membuat langkah Selly terhenti.
Mata Selly langsung menuju ke arah pandangan cowok itu yang sedang mengamati sesuatu di saku belakang celana pendeknya. Kalau saja bisa ingin rasanya Selly ditelan bumi. Wajahnya langsung memerah padam, menahan kesal dan lebih-lebih malu. Karena terburu-buru Selly lupa kalau celana dalamnya yang tadi diselipkan di saku belakangnya masih bertengger dengan manis, separuh keluar dan memperlihatkan coraknya. Celana dalam bermotif gambar kartun yang dikira serbet, entah apa cowok itu benar-benar melihatnya sebagai serbet atau sedang mencandai Selly.