Ketua dewan menatapku tajam. Saat itu Bred tengah mengedarkan main course – semangkuk besar hati pangggang dari para pendendam dan secawan darah hitam dari para penganut kegelapan.
Rapat beralih ke topik lain hingga semua ketua divisi mendapat tugas di belahan bumi masing-masing. Dua menit kemudian Ketua Dewan meninggalkan tempat menuju neraka zona 3, bersenang-senang dengan api, di sana tempat iblis-iblis kecil dididik. Beberapa tahun selanjutnya mereka bisa saja menempati ruangan ini jika kemampuannya tidak terlalu buruk.
“Sayang, lupakanlah manusia itu. Kau hanya akan memperpendek usianya jika ia berhasil menyentuh lekuk tubuhmu.” Hanzer menepuk punggungku dengan lembut, matanya bersinar merah. Sayangnya perasaanku untuknya tak sehebat dulu.
“Hanzer sayang, kau cemburu atau apa?” Aku tersenyum jahat.
Keheningan yang menegangkan memenuhi tempat itu. Saat itu aku sadar semua iblis menatap muak dengan kedekatan kami. Well, aku milik umum – memang.
“Kau masih berniat menyentuh tubuhnya? Jika kau mencintainya kau tak akan membiarkannya mati lebih awal bukan?” Hanzer menatapku tajam, ucapannya seakan mencekik paru-paruku hingga pecah, dan ia melenggang pergi.
Jantungku yang hitam pekat berdegup lebih kencang, 200 kali perdetik jika hitunganku tak salah. Mataku menampung airmata. Aku sadar, aku tak bisa menyentuh tubuhnya atau menyelamatkannya. Pikiranku sangat gelisah.
Hanzer benar, aku hanya iblis yang sedang jatuh cinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H