“Aku bawa tasmu. Sekarang naiklah, Yumiko!”
“Eh?”
Aku masih berdiri di samping ranjang, sementara lelaki itu tengah berjongkok membelakangiku.
“Ano, maaf Senpai. Biarkan aku pulang sendiri.”
Lelaki itu segera bangkit dan menatapku erat.
“Kamu yakin?”
Aku mengangguk dan menunggunya mengembalikan tas hitamku, namun lelaki itu kembali duduk dan memaksa untuk menggendongku. Sepanjang perjalanan pulang aku tak bisa melakukan apapun kecuali menjaga keseimbangan badan agar lelaki itu tidak jatuh tersungkur. Sementara kudengar nafas lelaki itu semakin berat saat lima belas menit aku tak bersuara di atas punggungnya.
“Apa aku berat?”
Aku mencoba membuka percakapan, meski kutahu aku tidak lebih kurus dari gadis-gadis lain di kelasku.
“Tidak. Hanya saja… Uh, hanya rumahmu terlalu jauh.”
Aku tersenyum mendengar jawaban itu. Beberapa butir peluhnya mulai menetes di lengan tanganku. Sementara saat angin berhembus aku bisa mencium aroma yang akan aku rindukan pada masa-masa setelahnya – bau aqua yang menyeretku pada birunya langit bercampur dengan aroma chocholate yang lembut begitu memanjakan imaginasiku saat angin meniup tubuhnya dengan pelan. Sejujurnya aku sangat menikmati hari pertama yang tak mungkin aku lupakan itu.