Pada akhir kalimat - TPPO UU 21/2007 (Pasal 1) di atas disebutkan bahwa "..... untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi". Undang-undang tersebut sangat melindungi korban perdagangan orang, yang mana dari kutipan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sebuah perbuatan yang secara tidak langsung berakibat pada tereksploitasinya seseorang maka perbuatan tersebut sudah dapat dikatakan sebagai TPPO.
Kembali ke studi kasus kedua, si A berangkat ke Hong Kong atas dasar bujuk rayu si B, Â pada dasarnya si B serta PJTKI XX tidak berniat menjadi pelaku TPPO. Namun pada kenyataannya si A mendapat kekerasan dan pelecehan seksual ketika bekerja di Hong Kong. Pada akhirnya tak hanya majikan, si B serta PJTKI XX juga dapat dituntut karena telah menyebabkan si A tereksploitasi, meskipun tidak penah berniat melakukan eksploitasi tersebut.
Faktanya banyak sekali kasus TPPO di sekitar kita yang belum kita sadari dan biasanya justru melibatkan orang dekat atau keluarga. Contoh, seorang anak 17 tahun di Indramayu berkali-kali dijual oleh bapaknya untuk menemani lelaki hidung belang di hotel, kemudian si bapak menerima sejumlah uang dari lelaki hidung belang tersebut. Atau contoh lain, seperti anak berumur 14 tahun yang dinikahkan secara paksa oleh orangtuanya untuk menebus hutang-hutangnya, maupun karena orangtua merasa tidak sanggup mencukupi kebutuhan hidup si anak, maka hal tersebut termasuk dalam kasus TPPO.
Begitu pula banyaknya PRTA yang berangkat ke Taiwan, Hong Kong, Malaysia, atas dasar paksaan atau ancaman dari suami yang kemudian ia menjadi tereksploitasi, hal tersebut juga dapat dikategorikan sebagai kasus TPPO. Eksploitasi dalam bahasan ini mencakup berbagai aspek, diantaranya eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan, maupun pengambilan organ tubuh manusia.
Perdagangan orang tak hanya terjadi di Indonesia saja, dan korban-korbannya tidak hanya diperdagangkan untuk dieksploitasi secara seksual, namun banyak pula yang dijadikan pekerja paksa di pabrik atau perkebunan, budak domestik atau rumah tangga, atau dipaksa bertempur di dalam suatu konflik bersenjata. Semua orang bisa menjadi korban TPPO, tidak peduli tingkat pendidikan dan dimana ia berada.
Bersama-sama kita dapat melawan dan mencegah TPPO di sekitar kita. Kegiatan perlawanan terhadap perdagangan orang yang komprehensif pada umumnya berfokus pada tiga tujuan umum, yaitu:
1. Pencegahan
Negara asal dapat memberikan bantuan dan alternatif bagi kelompok masyarakat yang rentan menjadi korban perdagangan orang. Negara tujuan dapat membantu menyelidiki kasus eksploitasi di dalam negaranya serta memperkuat hak-hak pekerja migran.
2. Perlindungan
Menjaga keselamatan korban sekaligus memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti; shelter, perawatan kesehatan, perawatan psikologis, makanan dan pakaian. Perlindungan yang dimaksud terkait; menciptakan lingkungan yang mendorong perlindungan korban, yang dapat mencakup korban dari negara lain untuk tetap tinggal secara legal di negara tujuan. Askes kepada penanganan hukum yang dapat membantu korban untuk mendapatkan keadilan, kompensasi, hingga membantu korban kembali ke daerah asal secara aman maupun membantu proses reintegrasi.
3. Penuntutan
Penuntutan terhadap pelaku merupakan bagian yang paling pentig dalam sebuah strategi memerangi perdagangan orang yang komprehensif, hal itu diharapkan dapat menimbulkan rasa jera bagi para pelaku. Bahkan di beberapa negara aset pelaku akan disita dan digunakan untuk mendanai program bantuan bagi korban.
Lima langkah proses screening IOM:
1. Kontak dengan terduga koban (Orang yang diduga korban perdagangan orang dirujuk ke IOM oleh organisasi masyarakat sipil lain)
2. Indikator utama identisikasi (Usia, jenis kelamin, lokasi terakhir, tanda kekerasan, warga negara, dokumen)
3. Melakukan wawancara mendalam (Memahami unsur TPPO - cara, mobilisasi, dan eksploitasi)
4. Menilai bukti tambahan (Paspor, dokumen, kontrak kerja, foto atau video situasi eksploitasi maupun buku harian)
5. Kesimpulan dari seluruh bukti (Menarik kesimpulan komprehensif yang didasarkan wawancara dan bukti dengan tujuan memberikan kepercayaan kepada korban dan dedikasi untuk kesejahteraan korban)
Selain menyampaikan beberapa materi di atas, ibu Nurul Qoiriah juga membuka sesi tanya jawab untuk menguji pendalaman materi tentang perdagangan orang oleh para peserta. Beliau juga menyuguhkan beberapa kasus sebagai bahan diskusi bersama ketika berlangsungnya acara.