Mohon tunggu...
Rina Sutomo
Rina Sutomo Mohon Tunggu... Berfantasi ^^ -

Hening dan Bahagia menyatu dalam buncahan abjad untuk ditorehkan sebagai "MAKNA"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bersama IOM, Lawan Perdagangan Orang!

3 Oktober 2016   15:13 Diperbarui: 3 Oktober 2016   15:27 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu, 2 Oktober 2016 International Organization for Migration (IOM) mengadakan sosialisasi tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang bertempat di ruang Ramayana KJRI Hong Kong. Sosialisasi yang berlangsung selama dua hingga tiga jam tersebut dihadiri oleh kurang lebih 150 orang peserta dari berbagai organisasi BMI di Hong Kong.

Pada awal acara,Ibu Nurul Qoiriah (IOM) memberikan sedikit penjelasan mengenai sejarah singkat didirikannya IOM. International Organization for Migration (IOM), awalnya merupakan organisasi yang didirikan pada tahun 1951 sebagai organisasi antar pemerintah untuk membantu jutaan orang yang kehilangan tempat tinggal pada Perang Dunia ke-2. Sedangkan kini, IOM adalah organisasi terkemuka yang bekerja untuk mempromosikan migrasi aman dan manusiawi agar memberi manfaat kepada semua pihak.

Organisasi yang telah resmi menjadi anggota PBB ini, pada awal didirikannya hanya beranggotakan 67 negara, namun saat ini IOM telah beranggotakan 162 negara dari berbagai belahan dunia. 

Selama berlangsungnya acara, Ibu Nurul Qoiriah memberikan sosialisasi mengenai TPPO atau yang sering di sebut Human Trafficking. Tak hanya di dalam negeri, di luar negeri PRTA (Pekerja Rumah Tangga Asing) juga bisa menjadi korban dari perdagangan orang.

Menurut Protocol PARLEMO (Pasal 3):
Perdagangan orang berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang, dengan cara ancaman atau penggunaan kekuatan atau bentuk pemaksaan lainnya, penculikan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mencapai persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.

Sedangkan menurut TPPO UU 21/2007 (Pasal 1):
1 (1): Tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Perdagangan orang merupakan tindak kejahatan yang telah mendunia dengan tujuan menghasilkan lebih banyak uang bagi para pelaku maupun jaringannya. Kemiskinan, banyaknya pengangguran, kurangnya informasi tentang perdagangan orang serta  KDRT merupakan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap TPPO. 

Dari segi usia TPPO dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu TPPO dewasa (18 tahun atau lebih) dan TPPO anak-anak (18 tahun ke bawah). Untuk TPPO anak-anak terdiri dari dua unsur, yaitu Mobilisasi dan Eksploitasi. Sedangkan untuk TPPO dewasa terdiri dari tiga unsur, yaitu Mobilisasi, Cara, dan Eksploitasi.

Studi kasus pertama. A seorang anak lelaki berumur 15 tahun berasal dari Surabaya, orangtuanya mengirim A untuk bekerja di sebuah pabrik di Medan. A mengerjakan pekerjaan yang sangat berat, jam kerja yang berlebih, dengan upah yang minim. Dari cerita tersebut kita dapat menangkap dua unsur, unsur pertama mobilisasi yaitu berpindahnya A dari surabaya ke Medan, serta unsur kedua eksploitasi yaitu pekerjaan yang sangat berat, jam kerja yang berlebih serta upah yang minim. Maka hal semacam itu dapat dikategorikan sebagai kasus TPPO anak-anak.

Studi kasus kedua. A seorang wanita lajang berumur 25 tahun berasal dari Kediri, dibujuk oleh B untuk berangkat ke Hong Kong dengan janji gaji yang besar dan majikan yang baik. Ia ditampung dan berangkatkan oleh PJTKI XX. PJTKI XX memberangkatkan A secara legal, namun setibanya di Hong Kong, A mendapatkan kekerasan dan pelecehan seksual oleh majikannya.

Dari contoh tersebut kita dapat menganalisis ada atau tidaknya ketiga unsur TPPO dewasa. Pertama, mobilisasi - dari Kediri ke Hong Kong. Kedua, cara - si B membujuk si A. Ketiga, eksploitasi - A mendapatkan kekerasan dan pelecehan seksual oleh majikannya. Maka hal tersebut sudah termasuk dalam kasus TPPO dewasa.

Pada akhir kalimat - TPPO UU 21/2007 (Pasal 1) di atas disebutkan bahwa "..... untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi". Undang-undang tersebut sangat melindungi korban perdagangan orang, yang mana dari kutipan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sebuah perbuatan yang secara tidak langsung berakibat pada tereksploitasinya seseorang maka perbuatan tersebut sudah dapat dikatakan sebagai TPPO.

Kembali ke studi kasus kedua, si A berangkat ke Hong Kong atas dasar bujuk rayu si B,  pada dasarnya si B serta PJTKI XX tidak berniat menjadi pelaku TPPO. Namun pada kenyataannya si A mendapat kekerasan dan pelecehan seksual ketika bekerja di Hong Kong. Pada akhirnya tak hanya majikan, si B serta PJTKI XX juga dapat dituntut karena telah menyebabkan si A tereksploitasi, meskipun tidak penah berniat melakukan eksploitasi tersebut.

Faktanya banyak sekali kasus TPPO di sekitar kita yang belum kita sadari dan biasanya justru melibatkan orang dekat atau keluarga. Contoh, seorang anak 17 tahun di Indramayu berkali-kali dijual oleh bapaknya untuk menemani lelaki hidung belang di hotel, kemudian si bapak menerima sejumlah uang dari lelaki hidung belang tersebut. Atau contoh lain, seperti anak berumur 14 tahun yang dinikahkan secara paksa oleh orangtuanya untuk menebus hutang-hutangnya, maupun karena orangtua merasa tidak sanggup mencukupi kebutuhan hidup si anak, maka hal tersebut termasuk dalam kasus TPPO.

Begitu pula banyaknya PRTA yang berangkat ke Taiwan, Hong Kong, Malaysia, atas dasar paksaan atau ancaman dari suami yang kemudian ia menjadi tereksploitasi, hal tersebut juga dapat dikategorikan sebagai kasus TPPO. Eksploitasi dalam bahasan ini mencakup berbagai aspek, diantaranya eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan, maupun pengambilan organ tubuh manusia.

Perdagangan orang tak hanya terjadi di Indonesia saja, dan korban-korbannya tidak hanya diperdagangkan untuk dieksploitasi secara seksual, namun banyak pula yang dijadikan pekerja paksa di pabrik atau perkebunan, budak domestik atau rumah tangga, atau dipaksa bertempur di dalam suatu konflik bersenjata. Semua orang bisa menjadi korban TPPO, tidak peduli tingkat pendidikan dan dimana ia berada.

Bersama-sama kita dapat melawan dan mencegah TPPO di sekitar kita. Kegiatan perlawanan terhadap perdagangan orang yang komprehensif pada umumnya berfokus pada tiga tujuan umum, yaitu:

1. Pencegahan
Negara asal dapat memberikan bantuan dan alternatif bagi kelompok masyarakat yang rentan menjadi korban perdagangan orang. Negara tujuan dapat membantu menyelidiki kasus eksploitasi di dalam negaranya serta memperkuat hak-hak pekerja migran.

2. Perlindungan
Menjaga keselamatan korban sekaligus memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti; shelter, perawatan kesehatan, perawatan psikologis, makanan dan pakaian. Perlindungan yang dimaksud terkait; menciptakan lingkungan yang mendorong perlindungan korban, yang dapat mencakup korban dari negara lain untuk tetap tinggal secara legal di negara tujuan. Askes kepada penanganan hukum yang dapat membantu korban untuk mendapatkan keadilan, kompensasi, hingga membantu korban kembali ke daerah asal secara aman maupun membantu proses reintegrasi.

3. Penuntutan
Penuntutan terhadap pelaku merupakan bagian yang paling pentig dalam sebuah strategi memerangi perdagangan orang yang komprehensif, hal itu diharapkan dapat menimbulkan rasa jera bagi para pelaku. Bahkan di beberapa negara aset pelaku akan disita dan digunakan untuk mendanai program bantuan bagi korban.

Lima langkah proses screening IOM:
1. Kontak dengan terduga koban (Orang yang diduga korban perdagangan orang dirujuk ke IOM oleh organisasi masyarakat sipil lain)
2. Indikator utama identisikasi (Usia, jenis kelamin, lokasi terakhir, tanda kekerasan, warga negara, dokumen)
3. Melakukan wawancara mendalam (Memahami unsur TPPO - cara, mobilisasi, dan eksploitasi)
4. Menilai bukti tambahan (Paspor, dokumen, kontrak kerja, foto atau video situasi eksploitasi maupun buku harian)
5. Kesimpulan dari seluruh bukti (Menarik kesimpulan komprehensif yang didasarkan wawancara dan bukti dengan tujuan memberikan kepercayaan kepada korban dan dedikasi untuk kesejahteraan korban)

Selain menyampaikan beberapa materi di atas, ibu Nurul Qoiriah juga membuka sesi tanya jawab untuk menguji pendalaman materi tentang perdagangan orang oleh para peserta. Beliau juga menyuguhkan beberapa kasus sebagai bahan diskusi bersama ketika berlangsungnya acara.

Perdagangan orang merupakan kejahatan dalam bentuk perbudakan zaman modern. Saat ini Indonesia tak hanya darurat narkoba, namun juga darurat Human Trafficking, dengan perlawanan terhadap perdagangan orang diharapkan kita dapat membantu mencegah terjadinya perdagangan orang paling tidak di lingkungan sekitar dan tidak menutup kemungkinan di wilayah yang lebih luas sekalipun.

Terimakasih.

Hong Kong, 3 Oktober 2016

dokumen pribadi - diakhir acara
dokumen pribadi - diakhir acara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun