Aku pernah menunggunya di taman itu saat musim gugur datang, saat kami harus menghabiskan waktu bersama untuk beberapa kepentingan dalam hal pekerjaan di dalamnya. Saat itu angin menyeret daun yang belum sempat mengering untuk terjatuh dari ranting-ranting muda yang masih nampak segar. Bau tanah yang tersiram air masih kental menyengat masuk ke dalam lubang hidungku, bau yang pernah kucium saat aku menyandarkan pundakku di desa kelahiran yang membuat hati adem ayem.
Aku juga menyukai suara yang bersenandung riang, dari burung-burung yang rajin bernyanyi di bawah tetes-tetes sisa air hujan yang masih menempel di sela ranting hingga dedaunan. Hari itu aku menunggunya dengan sedikit tenang, aku menyukai taman yang tak terlalu ramai karena saat itu bukanlah hari minggu. Duduk di bangku yang setengah basah seharusnya membuatku sedikit tak nyaman, namun aku tak menghiraukannya. Celana hitamku tak akan membuat mata mereka sibuk untuk membedakan jika itu memang basah atau akan kering karena sayup-sayup angin dan panasnya siang nanti.
Malam hari sebelumnya hujan sempat membasahi daerah Meifoo, sebuah tempat strategis yang sering dilewati penduduk Hong Kong setiap harinya. Namun setiap kali hujan baru saja berhenti, mereka akan menghindari melewati taman yang kadang masih menapung sedikit banyak genangan air. Tentu banyak dari mereka lebih memilih berjalan di lorong-lorong pertokoan maupun bawah-bawah apartmen untuk menjaga kebersihan sepatu mereka. Mulai dari sneakers hingga sepatu kulit yang mereka sesuaikan dengan tempat kerja mereka, tampil bersih dan rapi merupakan kewajiban bagi beberapa orang diantaranya.
Setiap kali mataku mengintip sepatu-sepatu itu, sepertinya warna putih adalah warna favorit kebanyakan orang didua musim. Hanya saja sneakers putih tinggi biasanya akan lebih sering dipakai dimusim dingin, sedangkan sneakers rendah akan mereka pakai dimusim panas. Namun ada juga yang tak mempedulikan musim. Masa bodo, asal nyaman saja. Sepertiku yang saat ini memakai sneakers putih, aku tak menyukai warna lain adalah alasan yang sebenarnya.
Sesekali mataku menatap hijau alaminya sekelilingku. Tempat penuh dengan oksigen yang melimpah ini sebenarnya tak begitu jauh dari daerah Meifoo. Lahan seluas sekitar satu hektar ini memang diberi nama Lai Chi Kok Park (荔枝角), Lai Chi berarti buah leci, namun aku tak begitu paham, mengapa dinamakan Lai Chi Kok Park jika bangunan taman ini berdiri di area Meifoo jika dilihat dari letak geografisnya.
Keunikan yang membuatku betah untuk duduk dan berlama-lama bermain di sini tak lain adalah karena bangunan yang unik di dalam taman ini. Taman ini di desain khusus layaknya peninggalan dari dinasti-dinasti China yang terdahulu, namun sebenarnya taman ini adalah bangunan dari pemerintah Hong Kong yang pembangunannya kurang lebih diselesaikan dan diresmikan lebih dari sepuluh tahun silam.
Aku masih sibuk menautkan pikiranku agar dapat menjamahi sudut demi sudut dari taman ini yang dengan leluasa bisa aku ingat. Sebelum akhirnya lelaki itu datang dan membawa seberkas - sesuatu - yang tak dapat aku pahami dari dua jarak, jauh maupun dekat.
"Lily!"
Dari kejauhan aku menatap lelaki yang tiga tahun lebih tua dariku itu. Badannya sedikit gemuk sehingga ia berlarian dengan lambat, ibarat anak kecil yang bertemu dengan ibunya setelah mendapat ranking pertama di sekolah. Entahlah, aku lebih suka tersenyum saat melihatnya berlari dengan wajah menggemaskan seperti itu. Juga saat memikirkannya di malam sebelum aku tidur dan berdoa kepada Tuhan, maupun di saat-saat lain yang tak pernah dia tahu. Tanpa banyak bicara lelaki itu duduk di sampingku, sebenarnya bangku ini setengah basah, aku ingin melarangnya tapi mungkin juga akan percuma.
Meskipun kulitnya putih dan matanya lebih sipit dariku, dia bukan lelaki yang terlalu risih dengan tempat yang sedikit kotor, basah, dan tempat-tempat yang membuat orang Hong Kong pada umumnya merasa tak nyaman. Kudengar ia masih sibuk menata kembali nafasnya yang masih setengah sampai - tidak - sampai - tidak. Hingga dia sepenuhnya siap untuk berbicara.
"Apa kamu menunggu lama? Maaf tadi aku kesiangan."