"Ohayo."
Pagi itu, matahari menyapa ringan dengan langit biru di atas bangunan sekolah menengah di Shirakawago. Puluhan siswa yang telah datang duduk bergurau bersama kawannya di ruang kelas masing-masing. Minami mengembangkan senyumnya berkali-kali sambil menyapa beberapa kenalannya, ia berjalan menuju ruang kelasnya di lantai dua.Â
Ruang kelasnya masih sepi, diletakannya tas hitam itu di atas meja nomor dua dari belakang. Dia menggeser kursinya dan berdiri di depan jendela kaca. Tangannya mulai menyentuh beningnya jendela di kelas itu. Ia layangkan pandangannya, menatap jauh keluar kelas. Samar-samar ia melihat Akihiro yang sedang berjalan masuk ke gerbang sekolah. Ia ingat kembali, bagaimana tangan Akihiro menadah putihnya salju di malam sebelumnya, di antara rintikan salju itu ada sebuah rumah yang hanya bisa mereka berdua lihat.
"Minami-chan, ohayo!"
"Ohayo, Kana-chan."
Gadis berambut pendek itu baru saja tiba. Kana menggeser kursi di depan bangku Minami, lalu memasang senyumnya yang manis tepat di depan wajah Minami.
"Minami-chan tak berangkat bersama Akihiro-chan pagi ini?"
Minami menggelengkan kepalanya. Ia lalu duduk dan mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya. Kana terus saja menatap wajah Minami yang lebih bersinar dari biasanya. Air muka Kana sedikit berubah, seperti menyimpan sebuah pertanyaan dibatasan musim semi.
"Apa Minami-chan menyukai Akihiro-chan?"
Minami sedikit menunduk, menyembunyikan wajahnya yang sedikit memerah. Ia tahu, Kana telah menyukai Akihiro sejak pertama kali mereka bertemu di kelas satu sekolah menengah. Saat itu Minami duduk besebelahan dengan Akihiro, sejak saat itulah Kana juga mulai berteman dekat dengan Minami. Bahkan berkali-kali ia menceritakan rasa sukanya terhadap Akihiro, tanpa ia tahu Minami telah lebih dahulu menyimpan rasa suka itu sejak duduk di bangku sekolah dasar.
"Aku dan Hiro-senpai, kami hanya berteman sejak kecil."
"Kenapa Minami-chan tak pernah berhenti memanggilnya senpai?"
"Akihiro-senpai dulu satu tingkat di atasku. Waktu kelas satu sekolah dasar senpai sakit dan sekolahnya ditunda. Tahun berikutnya, akhirnya kami satu kelas."
Minami-chan kembali membalik halaman demi halaman buku yang dipegangnya. Ia tak ingin memandang wajah sahabatnya yang menyimpan seribu pertanyaan. Matanya tertuju pada lembaran buku itu, namun fikirannya berada antara perasaan Kana, juga antara waktu yang telah ia lalui sepuluh kali musim dingin bersama Akihiro.Â
Ia masih belum dapat merangkai kata yang tepat antara rintikan salju atau sengatan musim panas yang harusnya datang lebih cepat.
"Anu... Minami-chan..."
"Eh...?"
"Semalam aku melihat Minami-chan bersama Akihiro-chan di ayunan itu. Apa benar tidak ada apa-apa?"
Minami mengggelengkan kepala. Ia tersenyum untuk meyakinkan sahabatnya.
"Anu... Maaf, apa Minami-chan mau membantuku?"
"Tentu Kana-chan, katakan saja."
Sejenak wajah Kana lebih merona. Gadis itu mengeluarkan sebuah gantungan kecil, Omamori dari kuil itu telah ia persiapkan untuk Akihiro sejak beberapa hari yang lalu.
"Ini untuk Akihiro-chan, aku harap dia bisa melewati ujiannya dengan lancar."
"Kana-chan, tapi, ini kan hanya ujian kenaikan kelas."
"Ayolah Minami-chan, aku mohon. Aku menyukainya."
"Baiklah."
Minami kembali tersenyum sambil menerima Omamori dari tangan Kana. Gadis itu, ia tak tahu jika salju akan berubah tak seputih biasa.
***
Minami berjalan agak jauh di belakang Akihiro, berkali-kali anak lelaki itu menengoknya. Namun Minami tak mempedulikannya, kepalanya masih tertunduk sambil terus menyusuri jalanan pulang menuju rumahnya. Tangannya sesekali menggenggam lebih erat pada tas hitam yang dipeganginya.
Akihiro menghentikan langkahnya tak jauh dari ayunan semalam. Ia berjalan mendekat ke ayunan yang tak bersalju lagi. Tangannya meraih tali ayunan itu, lalu duduk di atas ayunan, dengan tas hitam yang masih menggantung di pundaknya. Minami menyusulnya, dengan wajah datar ia mengambil tempat duduk di ayunan sebelah Akihiro. Tas hitam itu ia letakkan di pangkuannya.
"Akihiro-senpai pernah melihat dua rumah yang berbeda?"
"Bodoh. Satu saja selama Nami-chan melihatnya juga."
Gadis itu tersenyum senang, angin memainkan rambut hitamnya yang sebahu. Akihiro menatap wajah Minami dengan tenang.
"Senpai?"
"Nani?"
"Ah, tidak..."
Gadis itu menjatuhkan pandangannya ke rerumputan di depan ayunan itu. Sementara Akihiro sibuk memandangi birunya langit, tanpa salju di sore hari ia tak bisa melihat rumah itu.
"Kana memberikan ini untuk Hiro-senpai."
Gadis itu berdiri di depan Akihiro, ia menyerahkan Omamori merah muda yang sejak tadi disembunyikannya.Â
"Kana menunggu Senpai di lapangan dekat sekolah jam 5 sore ini."
"Eh, Nami-chan..."
Minami berlari meninggalkan Akihiro di ayunan itu. Badannya melawan angin yang berhembus kencang tanpa salju di sore itu. Anak lelaki itu masih terdiam dengan Omamori ditangannya. Kana dan Omamori itu, ataukah Minami dengan rumah di antara rintikan salju itu. Minami tak mau berhenti, ia semakin menjauh dari pandangan Akihiro, hingga ia tak kelihatan lagi.
"Nami-chan, ia akan melupakan rumah ini lagi."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H