Singkat cerita tibalah saya di hari harus mengirim barang ke kargo di Bandara Soeta. Dengan bekal petunjuk nama jalan saya sampai di Terminal 3 yang memang khusus kargo.
Saya langsung melihat Masjid Aladin yang menjadi petunjuk dari kargo yang sudah saya telepon sehari sebelumnya. Kendaraan kami perlambat begitu melihat penampakan sebuah gudang dengan banyak barang terbungkus. Mungkin di sini kantonya, pikir saya.
“Mau kemana Bu, kirim barang atau mengambil barang?” tanya seorang bapak dengan name tag menggantung, menghentikan laju kendaraan kami.
“Kirim,” jawab saya.
“Oh di sini bu, silakan parkir. Kirim ke mana Bu?”
“Pangkalan Bun.”
“Mana barangnya, biar saya bantu turunkan,” lanjut dia. Supir saya membukakan bagasi dan membantu menurunkan barang, berupa dua dus besar.
Lalu si penanya yang saya pikir salah satu karyawan kargo karena memakai nama name tag berinisiatif membawakan barang saya ke arah gudang, saya mengikuti langkahnya. Seorang lelaki dengan pakaian lebih rapi menyambut saya dan menimbang barang kami.
“20 Kg Bu, tapi dihitung volume kena 30 Kg.”
Lha berat amat padahal saya hitung volume cuma 12 Kg (saya kan biasa hitung volume paket karena hampir tiap hari kirim barang dagangan via JNE). Tapi saya diam saja karena bingung.
Lalu dia meminta saya mengikutinya ke lantai dua. Saya minta rekan saya menemani karena rada serem juga ya kondisinya, banyak kuli lalu lalang. Rekan saya tak lain adalah petani bunga. Berhubung Pak Suami ngantor, jadi dia meminta petani kami menemani saya sekalian biar dia tahu juga.