Entah bagaimana sejak kami sibuk dengan sewa menyewa komik, rumah terasa begitu sepi dan damai. Terutama di hari minggu saat sekolah libur. Dari pagi, kami kompak membaca sambil gelendotan pada tubuh ayah.Â
Saya tidur di paha kanan, kakak tiduran di paha kiri. Tanpa suara, kami bertiga sibuk membaca sampai dihentikan si mbok yang selesai masak dan memanggil kami untuk makan.
Di sekolah, saya dan kakak silih berganti menjadi bintang kelas. Sementara kakak yang tak suka membaca, prestasinya biasa saja. Saat itu, kami tak tahu korelasi suka membaca dengan prestasi. Namanya juga masih kecil.Â
Bukan hanya buku komik, ayah juga mengajari untuk mencintai kitab suci Alquran dengan mengajarkannya langsung pada kami semua setiap usai salat maghrib.Â
Jadi maghrib hingga isya kegiatan kami adalah mempelajari Alquran. Sementara kakak kami yang sudah mahir, membaca sendiri di kamar masing-masing.
Kegemaran membaca itu melekat erat pada kami, sekali pun timbul tenggelam saat kami berusia remaja, saat sibuk-sibuknya bergaul dan mencari jati diri. Ayah seolah tahu dan tak pernah mengkhawatirkannya sedikit pun.Â
Beberapa kali kami sempat membuat jengkel guru karena kesukaan kami bertanya. Sementara di masa lalu, lebih banyak murid diajarkan untuk pasrah saja setiap menerima pelajaran dari guru.
Ketika kami mahasiswa, di saat yang lain sebal dengan tebalnya buku-buku diktat, kami santai saja. Dan kakak memang unggul hingga dia sudah menjadi asisten dosen karena kepintarannya.Â
Saya yang menikah muda, tak putus kebiasaan membaca tersebut, dari membaca resep masakan saat belajar memasak, hingga buku lainnya.
Saya baru berkenalan dengan novel saat mahasiswa. Dan novel perdana yang saya baca adalah karya Sydney Sheldon dengan "Kincir Angin Para Dewa". Saat SMA, walau banyak pengarang Indonesia berjaya dengan difilmkannya novel mereka, saya hampir tak pernah membaca novel mereka.Â
Saya ingat persis masa jaya Eddy D. Iskandar dengan "Gita Cinta dari SMA" yang diperankan pasangan legendaris Rano Karno -- Yessy Gusman, dr. Mira W yang filmnya banyak diperankan Widyawati, Ike Soepomo dengan Yenny Rachman-Roy Marten seperti pada "Kabut Sutra Ungu" dan lainnya. Kebanyakan tulisan mereka awalnya adalah cerita bersambung di majalah Femina atau Gadis.